Jumat, 17 September 2010

Fakta Rahasia Dibalik Tertawa

Fakta Rahasia Dibalik Tertawa
September 15, 2010 · Posted in Unik

* facebook
* foto
* brazil
* model
* kata
* gordon
* risiko

Tahukah Anda manfaat dan fakta rahasia dibalik tertawa Berikut 12 fakta dibalik tertawa adalah :

1. Bayi tidak bisa tertawa sampai mereka mencapai usia tiga bulan

2. Tertawa selama 10-15 menit bisa membakar banyak kalori

3. Tertawa mampu mengeluarkan udara di dalam paru-paru dengan kecepatan 60 mph

4. Ada 17 otot wajah yang digunakan untuk tersenyum, sedangkan mengerutkan kening butuh 47 otot wajah

5. Seseorang yang sering tertawa bahagia memiliki risiko penyakit jantung 40 persen lebih rendah dibanding orang yang murung

6. Percayakah Anda, ada tanaman yang disebut bunga tawa. Begitu melihatnya Anda akan tertawa seperti orang gila selama setengah jam

7. Tertawa 17 menit per hari dipercaya memperpanjang waktu hidup selama satu hari

8. Rata-rata anak berusia enam tahun tertawa 300 kali sehari. Ketika kita tumbuh tua kita tersenyum dan tertawa hanya 15 kali sehari.

9. Senyuman pelayan bisa membuat pelanggannya memberikan tips tambahan.

10. Baik untuk perut, jika Anda tertawa selama satu jam tanpa henti.

11. Dengan tersenyum. Model iklan american Gordon Todd menikmati senilai $ 4.000

12. Orang yang tinggal di Brazil dan Kuba lebih banyak tersenyum dibandingkan dengan mereka yang tinggal di Skandinavia.

Semoga tulisan fakta unik dibalik tertawa dan fakta aneh dibalik tertawa ini dapat bermanfaat dan dapat menambah wawasan anda tentunya.

Contoh Proposal

PROJECT PROPOSAL
DISTAN ORGANIZER
Mempersembahkan

FESTIVAL MUSIK LESEHAN II
“Spirit Of Humanity For Bigger World, Bigger Dreams, and Bigger Act “
Minggu, 24 Oktober 2010














I. PROLOGUE
Budaya berkreatifitas didominasi oleh budaya lisan, dimana dari suatu kreatifitas bahkan potensial muda berikutnya sangat jarang termediasi dengan dokumentasi secara gambar atau tulisan, bahkan pada suatu moment event kegiatan yang menjadi satu dalam bentuk Festival Musik, hal ini yang menjadikan sebuah informasi baru yang disampaikan dari mulut kemulut dan proses budaya kreatifitas tidak hanya menjadi cerita menjelang tidur saja tetapi langkah awal kita untuk mengupayakan proses transformasi dan edukasi, serta alternative promosi.
Event ini , selain fungsi utamanya sebagai ajang unjuk bakat, hal ini sangat mendukung proses awal kita melangkah ke depan untuk masuk dalam metamorfosisnya sebuah perkembangan jaman tentunya pada ajang potensial dan budaya yang selalu berkembang ke dalam format yang berlaku sehingga lebih terdokumentasi, lebih tertata, serta lebih mudah dikomunikasikan atau dipindahakalkan secara terorganisir tanpa meninggalkan kode etik atau tingkat keluhuran atau kearifan nilai budaya yang ada. Festival Musik Lesehan II juga merupakan media komunikasi yang efektif dan efesien antar musisi guna mempertahankan sebuah kesatuan dan berjalan beriringan tentang prosesnya ke semua kalangan pekerja seni khusunya dalam bidang musik. Sehingga Festival Musik Lesehan II ini akan mempelopori sebuah komunikasi transformasi budaya lama sampai ke masa kini secara edukatif serta membawa pesan dalam sebuah konteks metamorphosis budaya dan keanekaragaman budaya yang berkembang (budaya life style, fashion, community, culture, dll) yang perkembangannya baik secara teks terbuka yang mudah diinterprestasikan oleh para pelaku kreatif/penontonnya, para kawula muda/pelajar. Penuangan kreatifitas dan edukasi dalam satu media atau dalam sebuah wadah Festival Musik Lesehan II menjadi sebuah alternative yang kreatif untuk mewariskan kearifan budaya berkreatifitas kepada khalayak umum secara terdokumentasi, lebih edukatif, lebih tepat sasaran dan bernilai tambah serta menjadi komunikasi strategi promosi bagi perusahaan/ instansi bapak/ibu agar lebih dekat dengan khalayak.






II. TAJUK KEGIATAN
Rencana / program kerja festival musik ini diberi tajuk “ FESTIVAL MUSIK LESEHAN II 2010 “ yang merupakan usaha mewujudkan serta pengembangan konsep dari berbagai kegiatan dan pertunjukan yang diadakan baik di susukan maupun kabupaten Cirebon sendiri yang kesemuanya belum mendapatkan titik temu untuk berkompetisi dalam satu wadah. Maka dengan kegiatan “ FESTIVAL MUSIK LESEHAN II 2010 “ ini mungkin bisa merangsang kegiatan sejenis lainnya antar musisi di kabupaten Cirebon pada umumnya dan kecamatan susukan pada khususnya.

III. TEMA KEGIATAN
Adapun tema kegiatan “ FESTIVAL MUSIK LESEHAN II 2010 “ ini adalah “ Spirit of humanity for bigger world, bigger dreams and bigger act “ artinya dengan semangat sumpah pemuda dan nasionalisme dan kebersaman untuk bisa hidup rukun sebagai manusia. Disamping itu kegiatan ini akan bisa menjadi sebuah jembatan yang akan bermuara dengan lahirnya ide dan gagasan-gagasan yang genius tentunya lebih jauh kegiatan “ FESTIVAL MUSIK LESEHAN II 2010 “ ini bisa memperkuat persatuan dan kesatuan dan saling kenal satu sama lainnya diantara peserta Festival Musik Lesehan II

IV. MAKSUD DAN TUJUAN
“ FESTIVAL MUSIK LESEHAN II 2010 “ ini memilki maksud dan tujuan, yakni sebagai berikut:
- Menjadikan ajang kreativitas bagi peserta festival ini sebagai salah satu mata rantai pergaulan kehidupan yang berbudaya dalam berbagai prespektif dan visi kehidupan secara umum.
- Menciptakan hubungan kerjasama dikalangan musisi yang ada di daerah Cirebon dan sekitarnya.
- Media pendekatan sosial bagi perusahaan dan instansi



V. MATERI KEGIATAN
1. Festival Band
2. Acara Donor Darah dengan tajuk “ Satu Tetes untuk Awal Sebuah Harapan “

VI. WAKTU PELAKSANAAN
“ FESTIVAL MUSIK LESEHAN II 2010 “ ini akan dilaksanakan pada :
Hari / Tanggal : Minggu, 24 Oktober 2010
Waktu : 08.00 WIB s/d Selesai
Tempat : Halaman Balai Desa Susukan Kecamatan Susukan Kabupaten Cirebon

VII. SUSUNAN PANITIA
(Terlampir)

VIII. BUDGETING
(Terlampir)

IX. PENYELENGGARA KEGIATAN
Penyelenggara kegiatan ini adalah management DISTAN ORGANIZER yang beralamat di Jl.K.H. Akhmad Dahlan, blok 2, desa Bunder kecamatan Susukan kabupaten Cirebon 45166 Nomor Telepon (081 222 095 400).





X. SEKILAS TENTANG FESTIVAL MUSIK LESEHAN II
“ FESTIVAL MUSIK LESEHAN II 2010 “ adalah lanjutan dari salah satu acara yang sudah menjadi agenda tahunan Distan Organizer, selain Festival Musik Lesehan I yang terbilang sukses di tahun 2008, distan juga sering mengadakan parade band ataupun kegiatan lain yang berhubungan dengan kesenian khususnya seni musik, selain itu distan juga dilatarbelakangi oleh SDM yang terbilang sudah terbiasa membuat event-event music seperti ini, harapan kami agar “ FESTIVAL MUSIK LESEHAN II 2010 “ ini bisa melebihi Festival Musik Lesehan I. Amiien.

XI. PENUTUP
Demikianlah berbagai uraian pemikiran, visi dan sejumlah konsep yang kami himpun dari berbagai kalangan, serta lapisan pemerhati seni dan budaya yang semuanya berujung kepada suatu usaha untuk meraih dan mewujudkan cita-cita dan harapan serta seluruh impian kita tentang suatu kehidupan kebudayaan dan kemasyarakatan yang mungkin bersifat kedaerahan menjadi ke-Indonesiaan. “ FESTIVAL MUSIK LESEHAN II 2010 “ ini akan diikuti oleh setiap peserta dari wilayah Cirebon. dan semuanya membutuhkan berbagai uluran tangan sebagai realisasi dari kontribusi serta perhatian secara moriil maupun materil dari berbagai pihak.
Susukan, 20 September 2010
Ketua Pelaksana Sekretaris


Fanny Restu Dwipayana Akhmad Azis Hidayat

Menyetujui,
Kepala Desa Susukan



H. Didin Faridi

SUSUNAN PANITIA
“ FESTIVAL MUSIC LESEHAN II 2010 “

Pelindung : Kepala Desa Susukan
H. Didin Faridi

Penangung Jawab : Suparidi,M.M.Pd
Zaenal Fathoni. S.Pd.

Ketua Komite : Dede Heru
Distan Music Studio Syaeful Wahyu

Ketua Pelaksana : Fanny Restu Dwipayana
Wakil Ketua : Agit Alkiela Rosyadi
Sekretaris : Akhmad Azis Hidayat

Bendahara : Lutfi Mughni
Novia Seli

Koordinator – koordinator
Koordinator Promosi : Devries Anggara
Cecep
Koordinator Humas : Ozzy
Ilham Attaubah
Koordinator Dekorasi & Dokumentasi : Dede Riyadi
Taufik Hasan
Koordinator Perlengkapan & Peralatan : Rafi Sumantri
Akhmad Syaripudin
Koordinator Keamanan : Arie Arffat Anfari
Dhani Manakiban
Ahmad Taufik




BUDGETING
1. PENGELUARAN
NO URAIAN SUB URAIAN JUMLAH PCS/ BUAH HARGA SATUAN JUMLAH

1.
Materi Promosi
1. Brosur Acara
2. Spanduk
3. Baju Panitia
4. Id Card Panitia
5. Poster
6. ATK
7. Proposal
8. Perizinan
1000 lembar
8 buah
25 pcs
25 pcs
100 lembar
1 set
2 set
-
Rp 500,-
Rp. 100.000,-
Rp. 25.000,-
Rp. 2.000,-
Rp. 1.500,-
Rp. 50.000,-
Rp. 50.000,--
Rp. 500.000,-
Rp. 800.000,-
Rp. 625.000,-
Rp. 50.000,-
Rp. 150.000,-
Rp. 50.000,-
Rp. 100.000,-
Rp. 600.00,-

2.
Perlengkapan Acara
1. Panggung Uk.8x8m
2. Sound System
3. Lighting
4. Dekorasi Panggung
5. Alat Band
6. Guest Star
1 set
1 set
1 set

1 set
3 band
Rp.1.000.000,-
Rp.1.500.000,-
Rp. 300.000,-

Rp. 500.000,-
Rp. 900.000,-
Rp. 1.000.000,-
Rp. 1.500.000,-
Rp. 300.000,-
Rp. 300.000,-
Rp. 500.000,-
Rp. 900.000,-

3.
Konsumsi
1. Konsumsi Panitia, Dewan Juri dan Undangan
30 Pcs
Rp. 7.000,-
Rp. 210.000,-

4
Dokumentasi
1. Audio Visual
2. Cuci Cetak Foto
Rp. 200.000,-
Rp. 150.000,-

5.
Hadiah
1. Trophy
2. Certificate
3. Uang Pembinaan
4. Recording Session
5. Honor Juri




3




Rp. 200.000,-
Rp. 300.000,-
Rp. 100.000,-
Rp. 500.000,-
Rp. 350.000,-
Rp. 600.000,-
JUMLAH Rp.9.586.000,-

Total Budgeting Event Sebesar
(Delapan Juta Sembilan Ratus Delapan Puluh Enam Ribu Rupiah)
2. PERKIRAAN PEMASUKAN
a. Perkiraan Pendaftaran Peserta band 120 x Rp.30.000,- = Rp. 3.600.000,-
b. Registrasi Ulang Peserta yang lolos 25 x Rp. 20.000,- = Rp. 500.000,- +
JUMLAH Rp. 4.100.000,-

3. ESTIMASI BIAYA KESELURUHAN
a. Perkiraan Pemasukan = Rp. 4.100.000,-
b. Pengeluaran = Rp. 9.586.000,- ---
JUMLAH KEKURANGAN DANA - Rp 5.486.000,-




























SPONSHORSHIP

1. Sponsor Tunggal
Adalah perusahaan yang memberikan atau menyediakan total dana yang dibutuhkan. Kompensasi dari sponsor tunggal adalah 100% dari jumlah total dana yaitu Rp.9.586.000,- adapun media kontraprestasi yang ditawarkan adalah :
a.Pihak sponsor berhak mendapatkan posisi sebagai penyelenggara acara yang bekerjasama dengan panitia dalam materi yang akan dipersiapkan oleh panitia, seperti tertulis dalam proposal.
b.Pihak sponsor berhak mendominasi nuansa (branding perusahaan) dalam outlet promotion media yang berupa indoor maupun outdoor antara lain : poster, pamphlet, spanduk, radio,dll.
c.Pemasangan umbul-umbul dan spanduk produk perusahaan (jumlah menyesuaikan) dihalaman tempat pertunjukan.
d.Sampling produk selama acara berlangsung dan berhak membuka stan/counter perusahaan selama acara berlangsung


2. Sponsor Utama
Adalah perusahaan yang memberikan atau menyediakan total dana yang telah direncanakan oleh tim produksi. Yaitu kompensasi yang berupa 75% dari total dana yang dibutuhkan, senilai Rp.7.189.500,- adapun media kontraprestasi yang ditawarkan adalah:
a.Pihak sponsor berhak mendominasi nuansa (branding perusahaan) dalam outlet promotion media yang berupa indoor maupun outdoor antara lain : poster, pamphlet, spanduk, radio,dll.
b.Pemasangan umbul-umbul dan spanduk produk perusahaan (jumlah menyesuaikan) dihalaman tempat pertunjukan.
c.Sampling produk selama acara berlangsung dan berhak membuka stan/counter perusahaan selama acara berlangsung







3. Sponsor Premium
Adalah perusahaan yang memberikan atau menyediakan total dana yang telah direncanakan oleh tim produksi. Yaitu kompensasi yang berupa 40% dari total dana yang dibutuhkan, senilai Rp.3.834.400,- adapun media kontraprestasi yang ditawarkan adalah:
b.Pemasangan umbul-umbul dan spanduk produk perusahaan (jumlah menyesuaikan) dihalaman tempat pertunjukan.
c.Pencamtuman logo/lambang perusahaan pada media-media promosi, antara lain : poster, booklet, dll.


4. Sponsor Pendamping
Adalah perusahaan yang memberikan atau menyediakan total dana yang telah direncanakan oleh tim produksi. Yaitu kompensasi yang berupa 5% dari total dana yang dibutuhkan, senilai Rp. 479.300,- adapun media kontraprestasi yang ditawarkan adalah Pencamtuman logo/lambang perusahaan pada media-media promosi, antara lain : poster, booklet, dll.



5. Donatur
Adalah pihak perusahaan atau perorangan yang mendukung dan memberikan bantuan sehingga acara ini dapat terlaksana dengan baik. Adapun sumbangan atau tingkat kompensasibersifat conditional. Sebagai balas jasa dan ucapan terima kasih dari tim produksi MUSIC LESEHAN II, maka panitia akan mencantumkan nama pada leaflet acara yang akan dibagikan saat acara berlangsung.











PANITIA
“FESTIFAL MUSIK LESEHAN II”
Sekretariat : Jl.K.H. Akhmad Dahlan, blok 2, desa Bunder kecamatan Susukan kabupaten Cirebon 45166 Nomor Telepon (081 222 095 400).
Nomor : 001 /Pan.FMLII/ VIII/2010
Lampiran : 1 Set
Perihal : TAWARAN KERJASAMA

Kepada Yth,
………………………………….
………………………………….
Di
Tempat
Assalamualaikum Wr. Wb.
Dengan Hormat, semoga rakhmat Tuhan Yang Maha Esa selalu tercurahkan bagi kita. Berangkat dari niatan baik untuk memajukan dan mengembangkan potensi masyarakat dalam kebudayaan bangsa khususnya kesenian, kami bermaksud ingin mengadakan acara “Festival Music Lesehan II” dalam rangka memperingati “Sumpah Pemuda”. Maka dari itu kami menawarkan kerjasama kepada bapak/ibu agar acara tersebut dapat terlaksana dengan baik. Bersama ini kami ajukan Proposal Festival Musik.
Dengan segala kerendahan hati, kami berharap semoga acara ini bisa menjadi awal kerjasama yang baik.
Demikian Surat Ini Kami Buat, atas perhatian dan pertimbangannya kami ucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum, Wr. Wb.
Cirebon, 20 September 2010
Ketua Panitia Sekretaris



Fanny Restu Dwipayana Akhmad Azis Hidayat

Selasa, 14 September 2010

Askep Pielonefritis ( infeksi ginjal )

BAB I
KONSEP DASAR


1. Definisi
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri piala ginjal, tubulus, dan jaringan interstisial dari salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung kemih melalui uretra dan naik ke ginjal. Meskipun ginjal menerima 20% - 25% curah jantung, bakteri jarang mencapai ginjal melalui darah; kasus penyebaran secara hematogen kurang dari 3%.
Pielonefritis sering sebagai akibat dari refluks uretero vesikal, dimana katup uretrovresikal yang tidak kompeten menyebabkan urin mengalir baik(refluks) ke dalam ureter. Obstruksi traktus urinarius yang meningkatkan kerentanan ginjal terhadap infeksi), tumor kandung kemih, striktur, hyperplasia prostatik benigna, dan batu urinarius merupakan penyebab yang lain.

Inflamasi pelvis ginjal disebut Pielonefritis, penyebab radang pelvis ginjal yang paling sering adalah kuman yang berasal dari kandung kemih yang menjalar naik ke pelvis ginjal. Pielonefritis ada yang akut dan ada yang kronis (Tambayong. 200)

2. Etiologi
Escherichia coli (bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di usus besar) merupakan penyebab dari 90% infeksi ginjal diluar rumah sakit dan penyebab dari 50% infeksi ginjal di rumah sakit.
Infeksi biasanya berasal dari daerah kelamin yang naik ke kandung kemih.
Pada saluran kemih yang sehat, naiknya infeksi ini biasanya bisa dicegah oleh aliran air kemih yang akan membersihkan organisme dan oleh penutupan ureter di tempat masuknya ke kandung kemih.
Berbagai penyumbatan fisik pada aliran air kemih (misalnya batu ginjal atau pembesaran prostat) atau arus balik air kemih dari kandung kemih ke dalam ureter, akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi ginjal.
Infeksi juga bisa dibawa ke ginjal dari bagian tubuh lainnya melalui aliran darah.

Keadaan lainnya yang meningkatkan resiko terjadinya infeksi ginjal adalah:
· kehamilan
· kencing manis
· keadaan-keadaan yang menyebabkan menurunnya sistem kekebalan tubuh untuk melawan infeksi.

Patofisiologi

click here . . .

4. Gejala
Gejala biasanya timbul secara tiba-tiba berupa demam, menggigil, nyeri di punggung bagian bawah, mual dan muntah.
Beberapa penderita menunjukkan gejala infeksi saluran kemih bagian bawah, yaitu sering berkemih dan nyeri ketika berkemih.
Bisa terjadi pembesaran salah satu atau kedua ginjal. Kadang otot perut berkontraksi kuat.Bisa terjadi kolik renalis, dimana penderita merasakan nyeri hebat yang disebabkan oleh kejang ureter. Kejang bisa terjadi karena adanya iritasi akibat infeksi atau karena lewatnya batu ginjal.
Pada anak-anak, gejala infeksi ginjal seringkali sangat ringan dan lebih sulit untuk dikenali. Pada infeksi menahun (pielonefritis kronis), nyerinya bersifat samar dan demam hilang-timbul atau tidak ditemukan demam sama sekali.
Pielonefritis kronis hanya terjadi pada penderita yang memiliki kelainan utama, seperti penyumbatan saluran kemih, batu ginjal yang besar atau arus balik air kemih dari kandung kemih ke dalam ureter (pada anak kecil). Pielonefritis kronis pada akhirnya bisa merusak ginjal sehingga ginjal tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya (gagal ginjal).
5. Manifestasi klinis
Pielonefritis akut: pasien pielonefritis akut mengalami demam dan menggigil, nyeri tekan pada kostovertebrel(CVA), Leokositosis, dan adanya bakteri dan sel darah putih dalam urinselain itu gejala saluran urinarius bawah seperti disuria dan sering berkemihumumnya terjadi. Infeksi saluran urinarius atas dikaitkan dengan selimut antibodi bakteri dalam urin.
Ginjal pasien pielonefritis biasanya membesar disertai infiltrasiinterstisial sel-sel inflamasi. Abses dapat di jumpai pada kapsul ginjal dan pada taut kartiko medularis. Pada akhirnya, atrofi dan kerusakan tubulus serta glomerulus terjadi. Ketika pielonefritis menjadi kronis, ginjal membentuk jaringan parut, berkontraksi dan tidak berfungsi
Pielonefritis kronis:biasanya tanpa gejala infeksi, kecuali terjadi eksaserbasi. Tada-tanda utama mencakup keletiah sakit kepala, nafsumakan rendah, poliuria, haus yang berlebihan, dan kehilangan berat badan. Infeksi yang menetap atau kambuh dapat menyebabkan jaringan parut progresif di ginjal disertai gagal ginjal pada akhirnya.

6. Komplikasi
Pielonefritis kronik: penyakit ginjal stadium akhir(mulai dari hilangnya progresifitas nefron akibat inflamasi kronik dan jaringan parut)hipertensi, danpembentukan batu ginjal (akibat infeksi kronik disertai organisme pengurai-urea, yang mengakibatkan terbentuknya batu).

7. Pemeriksaan Penunjang
1. Urinalisis
~ Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB) sediment air kemih
~ Hematuria: hematuria- positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.
2. Bakteriologis
~ Mikroskopis : satu bakteri lapangan pandang minyak emersi. 102 -103 organisme koliform / mL urin plus piuria
~ Biakan bakteri
~ Tes kimiawi : tes reduksi griess nitrate berupa perubahan warna pada uji carik
3. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
4. Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria utama adanya infeksi.
5. Metode tes
~ Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes Griess untuk pengurangan nitrat).
~ Tes esterase lekosit positif: maka pasien mengalami piuria.
~ Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat bakteri yang mengurangi nitrat urin normal menjadi nitrit.
6. Penyakit Menular Seksual (PMS): Uretritia akut akibat organisme menular secara seksual (misal, klamidia trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes simplek).
7. Tes- tes tambahan :
~ Urogram intravena (IVU).
~ Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi juga dapat dilakukan untuk menentukan apakah infeksi akibat dari abnormalitas traktus urinarius, adanya batu, massa renal atau abses, hodronerosis atau hiperplasie prostate.
~ Urogram IV atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang resisten.

7. Penatalaksanaan
Pielonefritis Akut: pasien pielonefritis akut beresiko terhadap bakteremia dan memerlukan terapi antimikrobial yang intensif. Terapi parentral di berikan selama 24-48 jam sampai pasien afebril. Pada waktu tersebut, agens oral dapat diberikan. Pasien dengan kondisi yang sedikit kritis akan efektif apabila ditangani hanya dengan agens oral. Untuk mencegah berkembangbiaknya bakteri yang tersisa, maka pengobatan pielonefritis akut biasanya lebih lama daripada sistitis.
Maslah yangmungkin timbul dlam penanganan adalah infeksi kronik atau kambuhan yang muncul sampai beberapa bulan atau tahun tanpa gejala. Setelah program antimikrobial awal, pasien dipertahankan untuk terus dibawah penanganan antimikrobial sampai bukti adanya infeksi tidak terjadi, seluruh faktor penyebab telah ditangani dan dikendalikan, dan fungsi ginjal stabil. Kadarnya pada terapi jangka panjang.
Pielonefritis kronik: agens antimikrobial pilihan di dasarkanpada identifikasi patogen melalui kultur urin, nitrofurantion atau kombinasi sulfametoxazole dan trimethoprim dan digunakan untuk menekan pertumbuhan bakteri. Fungsi renal yang ketat, terutama jika medikasi potensial toksik.

8. Pengobatan
a. Terapi antibiotik untuk membunuh bakteri gram positif maupun gram negatif.
b. Apabila pielonefritis kronisnya di sebabkan oleh obstruksi atau refluks, maka diperlukan penatalaksanaan spesifik untuk mengatasi masalh-masalah tersebut.
c. Di anjurkan untuk dering munum dan BAK sesuai kebutuhan untuk membilas mikroorganisme yang mungkin naik ke uretra, untuk wanita harus membilas dari depan ke belakang untuk menghindari kontaminasi lubang urethra oleh bakteri faeces.


BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian pada klien pielonefritis menggunakan pendekatan bersifat menyeluruh yaitu :
A. Data biologis meliputi :
1. Identitas Klien
2. Identitas penanggung
B. Riwayat kesehatan :
1. Riwayat infeksi saluran kemih
2. Riwayat pernah menderita batu ginjal
3. Riwayat penyakit DM, Jantung
C. Pengkajian fisik :
1. Palpasi kandung kemih
2. Infeksi darah meatus
a. Pengkajian warna, jumlah, bau dan kejernian urine
b. Pengkajian pada costovertebralis
D. Riwayat psikososial
Usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan persepsi terhadap kondisi penyakit mekanisme kopin dan system pendukung
E. Pengkajian pengtahuan klien dan keluarga
1. Pemahaman tentang penyebab / perjalanan penyakit
2. Pemahaman tentang pencegahan, perawatan dan terapi medis

2. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d hipertermi, perubahan membran mukosa, kurang nafsu makan
2. Nyeri akut b.d proses peradangan / infeksi
3. Hipertermia b.d demam, peradangan / infeksi
4. Ansietas b.d hematuria, kurang pengetahuan tentang penyakit dan tujuan pengobatan
5. Gangguan pola tidur b.d hipertermi, nyeri
6. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum
7. Resiko kekurangan volume cairan b.d intake tidak adekuat

3. Perencanaan
Dp. 1 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d hipertermi, perubahan membran mukosa, kurang nafsu makan

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa nafsu makan bertambah.
Batasan karateristik :
Subjektif : kram abdomen, melaporkan perubahan sensasi rasa, merasa kenyang setelah mengingesti makanan, merasakan ketidakmampuan mengingesti makanan.
Objektif : adanya bukti kekurangan makanan, bising usus hiperaktif, konjungtiva dan membran mukosa pucat, tonus otot buruk.
Kriteria Hasil : menunjukkan status gizi : asupan makanan, cairan dan zat gizi.
Intervensi :
No

Intervensi

Rasionalisasi

1






2








3



4





5





6

Mandiri
Pantau / catat permasukan diet






Tawarkan perawatan mulut sering/cuci dengan larutan (25%) cairan asam asetat. Berikan permen karet, permen keras, penyegar mulut diantara makan





Berikan makanan sedikit tapi sering


Kolaborasi :
Konsul dengan ahli gizi/tim pendukung nutrisi




Batasi kalium, natrium dan pemasukan fosat sesuai indikasi




Awasi pemeriksaan labiratorium, contoh; BUN, albumin serum, transferin, natrium dan kalium.



Membantu dan mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet. Kondisi fisik umum, gajala uremik (contoh : mual, anoreksia, gangguan rasa) dan pembatasan diet multiple mempengaruhi pemasukan makanan.

Mambran mukosa menjadi kering dan pecah. Perawatan mulut menyejukkan, meminyaki dan membantu menyegarkan rasa mulut yang sering tidak nyaman pada uremia dan membatasi pemasukan oral. Pencucian dengan asam asetat membantu menetralkan amonea yang dibentuk oleh perubahan urea.

Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik/menurunnya paristaltik

Menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan,dan mengidentifikasi rute paling efektif dan produknya, contoh tambahan oral, makanan selang hiperalimentasi

Pembatasan elektrolit ini dibutuhkan untuk mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut, khususnya bila dialisis tidak menjadi bagian pengobatan, dan atau selama fase penyembuhan.

Indikator kebutuhan nutrisi, pembatasan, dan kebutuhan / efektivitas terapi.

Dp. 2 : Nyeri akut b.d proses peradangan, infeksi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa nyaman dan nyerinya berkurang.
Batasan karakteristik: kegelisahan, perilaku melindungi, perilaku menjaga, kandung kemih tegang
Subjektif : keletihan
Objektif : perubahan kemampuan untuk meneruskan aktifitas sebelumnya, perubahan pola tidur, penurunan interaksi dengan orang lain, perubahan berat badan.
Kriteria Hasil : Tidak ada keluhan nyeri pada saat berkemih, kandung kemih tidak tegang, tenang, tidak mengekspresikan nyeri secara verbal atau pada wajah, tidak ada posisi tubuh, tidak ada kegelisahan, tidak ada kehilangan nafsu makan.


Intervensi :

No

Intervensi

Rasionalisasi

1


2


3


4




5


6


7






8


9

Mandiri :
Pantau intensitas, lokasi, dan factor yang memperberat atau meringankan nyeri

Berikan waktu istirahat yang cukup dan tingkat aktivitas yang dapat di toleran.

Anjurkan minum banyak 2-3 liter jika tidak ada kontra indikasi

Pantau haluaran urine terhadap perubahan warna, bau dan pola berkemih, masukan dan haluaran setiap 8 jam dan pantau hasil urinalisis ulang

Berikan tindakan nyaman, seperti pijatan punggung, lingkungan istirahat

Berikan perawatan parineal

Kolaborasi :
Konsul dokter bila : sebelumnya kuning gading urine kuning, jingga gelap, berkabut atau keruh. Pla berkemih berubah, sering berkemih dengan jumlah sedikit, perasaan ingin kencing, menetes setelah berkemih. Nyeri menetap atau bertambah sakit

Berikan analgesic sesuia kebutuhan dan evaluasi keberhasilannya

Berikan antibiotic. Buat berbagi variasi sediaan minum, termasuk air segar. Pemberian air sampai 2400 ml/hari



Rasa sakit yang hebat menandakan adanya infeksi

Klien dapat istirahat dengan tenang dan dapat merilekskan otot – otot

Untuk membantu klien dalam berkemih


Untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang di harapkan


Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot

Untuk mencegah kontaminasi uretra


Temuan – temuan ini dapat memberi tanda kerusakan jaringan lanjut dan perlu pemeriksaan luas




Analgesic memblok lintasan nyeri sehingga mengurangi nyeri

Akibat dari haluran urin memudahkan berkemih sering dan membantu membilas saluran berkemih

Dp. 3 : Hipertermia b.d demam, peradangan / infeksi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam demam pasien berkurang
Batasan Karakteristik : suhu tubu meningkat di atas rentang normal, frekuensi napas meningkat, kulit hangat bila disentuh, kadang merasa mual.
Kriteria Hasil :hilangnya rasa mual, suhu tubuh kembali normal, nafas normal dan suhu kulit lembab
Intervensi :
No

Intervensi

Rasionalisasi

1


2



3





4




5


Mandiri :
Pantau suhu pasien (drajat dan pola) ; perhatikan menggigil/diaforesis

Pantau suhu lingkungan, batasi / tambahkan linen tempat tidur, sesuai indikasi


Berikan kompres mandi hangat; hindari penggunaan alkohol




Berikan selimut pendingin




Kolaborasi :
Berikan antipiretik, misalnya ASA (aspirin), asetaminofen (tylenol)


Suhu 38,90 – 41,10 C menunjukkan proses penyakit infeksius akut

Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal.

Dapat membantu mengurangi demam. Catatan : penggunaan air es/alkohol mungkin menyebabakan kedinginan, peningkatan suhu secara aktual. Selain itu alkohol dapat mengeringkan kulit.

Digunakan untuk mengurangi demam umumnya lebih besar dari 39,50-400 C pada waktu terjadi kerusakan/ gangguan otak.

Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotelamus. Meskipun demam mungkin dapat berguna dalam membatasi pertumbuhan organisme. Dan meningkatkan autodestruksi dari sel-sel yang terinfeksi



Dp. 4 : Ansietas b.d hematuria, kurang pengetahuan tentang penyakit dan tujuan pengobatan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam cemas pasien Hilang dan tidak memperlihatkan tanda-tanda gelisa
Batasan Karakteristik : klien gelisah, tidak tenang, tanda vital abnormal, gelisah, ketakutan, gangguan tidur.
Kriteria Hasil : tenang, gelisa berkurang, ketakutan berkurang, dapat beristirahat, frekuensi nafas 12-24/menit
Intervensi :
No

Intervensi

Rasionalisasi
1



2


3


4

Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya


Pantau tingkat kecemasan


Beri dorongan spiritual


Beri penjelasan tentang penyakitnya

Agar klien mempunyai semangat dan mau empati terhadap perawatan dan pengobatan

Untuk mengetahui berat ringannya kecemasan klien

Agar klien kembali menyerahkan sepenuhnya kepada tuhan YME

Agar klien mengerti sepenuhnya dengan penyakit yang di alaminya.



Dp. 5 : Gangguan pola tidur b.d hipertermi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa tidur dengan nyenyak.
Batasan karakteristik :
Subjektif : ketidak puasan tidur, keluhan verbal tentang kesulitan untuk tidur, keluhan verbal tentang perasaan tidak dapat beristirahat dengan baik.
Objektif : total waktu tidur kurang dari lama tidur normal, bangun 3 kali atau lebih di malam hari
Kriteria Hasil : jumlah jam tidur tidak terganggu, perasaan segar setelah tidur atau istirahat, terjaga denganwaktu yang sesuai
Intervensi :
No

Intervensi

Rasionalisasi

1

2


3


4



5

Mandiri :
Instruksikan tindakan relaksasi

Hindari mengganggu bila mungkin, mis : membangun untuk obat atau terapi

Tentukan kebiasaan tidur biasanya dan perubahan yang terjadi

Dorong posisi nyaman, bantu dalam megubah posisi

Kolaborasi :
Berikan sedatif, hipnotik, sesuai indikasi



Membantu menginduksi tidur

Tidur tanpa gangguan pasien mungkin tidak mampu kembali tidur bila terbangun

Mengkaji perlunya mengidentifikasi intervensi yang tepat.

Perubahan posisi mengubah area tekanan dan meningkatkan istirahat


Mungkin di berikan untuk membantu pasien tidur/istirahat selama periode dari rumah ke lingkungan baru. Catatan : hindari penggunaan kebiasaan, karena ini menurunkan waktu tidur.


Dp. 6 : Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien toleran aktifitas.
Batasan Karakteristik :
Subjektif : ketidaknyamanan, melaporkan keletihan atau kelemahan secara verbal
Objektif: denyut jantung atau tekanan darah tidak normal sebagai respon terhadap aktivitas
Kriteria Hasil : mengidentifikasi aktifitas dan atau situasi yang menimbulkan kecemasan yang berkontribusi pada intoleransi aktivitas.
Intervensi :
No

Intervensi

Rasionalisasi

1



2

Mandiri :
Bantu aktivitas perawatan diri yang di perlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktifitas selama fase penyembuhan.

Evaluasi respon pasien terhadap aktifitas. Catat laporan dispnea, peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas


Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen

Menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan pemilihan intervensi.


Dp. 7 : Resiko kekurangan volume cairan b.d intake tidak adekuat
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam klien dapat mempertahankan pola eliminasi secara adekuat
Batasan Karakteristik :
Subjektif :
Objektif : penurunan turgor kullit/lidah, konsentrasi urine meningkat, kulit/ mambran mukosa kering.
Kriteria hasil :tidak memiliki konsentrasi urine yang berlebih, memiliki keseimbangan asupan Dan haluaran yang seimbang dalam 24 jam.
Intervensi :
No

Intervensi

Rasionalisasi

1


2


3


4



5












6


Mandiri :
Ukur dan catat urine setiap kali berkemih


Pastikan kontinuitas kateter pirau/ akses


Tempatkan pasien pada posisi telentang/tredelenburg sesui kebutuhan

Pantau mambran mukosa kering, torgor kulit yang kurang baik, dan rasa haus

Kolaborasi :
Awasi pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi
~ Hb/Ht


~ Elektrolit serum dan Ph




~ Waktu pembekuan, contoh ACT, PT/PTT, dan Jumlah trombosit

Berikan cariran IV (contoh, garam faal)/ volume ekspender (contoh albumin)selama dialisa sesuai idikasi





Untuk mengetahui adanya perubahan warna dan untuk mengetahui input/output

Terputusnya pirau/ akses terbuka akan memungkinkan eksanguinasi

Memaksimalkan aliran balik vena bila terjadi hipotensi

Hipovolemia/cairian ruang ketiga akan memperkuat tanda-tanda dehidrasi


~ Menurun karena anemia, hemodilusi atau kehilangan darah aktual.
~ Ketidak seimbangan dapat memerlukan perubahan dalam cairan dialisa atau tambahan pengganti untuk mencapai keseimbangan
~ Penggunaan heparin untuk mencegah pembekuan pada aliran darah dan hemofilter mengubah koagulasi dan potensial darah aktif.



Cairan garam faal/dekstrosa, elektrolit, dan NaHCO3 mungkin diinfuskan dalam sisi vena hemofelter Cav bila kecepatan ultrafiltrasi tinggi digunakan untuk membuang cairan ekstraseluler dan cairan toksik. Volume ekspender mungkin dibutuhkan selama/setelah hemodialisa bila terjadi hipotensi tiba-tiba nya!!



BAB III
KESIMPULAN


Pielonefritis merupakan infeksi bakteri piala ginjal, tubulus, dan jaringan interstisial dari salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung kemih melalui uretra dan naik ke ginjal. Meskipun ginjal menerima 20% - 25% curah jantung, bakteri jarang mencapai ginjal melalui darah; kasus penyebaran secara hematogen kurang dari 3%.
Escherichia coli (bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di usus besar) merupakan penyebab dari 90% infeksi ginjal diluar rumah sakit dan penyebab dari 50% infeksi ginjal di rumah sakit.
Infeksi biasanya berasal dari daerah kelamin yang naik ke kandung kemih.
Pada saluran kemih yang sehat, naiknya infeksi ini biasanya bisa dicegah oleh aliran air kemih yang akan membersihkan organisme dan oleh penutupan ureter di tempat masuknya ke kandung kemih.
Keadaan lainnya yang meningkatkan resiko terjadinya infeksi ginjal adalah:
· kehamilan
· kencing manis
· keadaan-keadaan yang menyebabkan menurunnya sistem kekebalan tubuh untuk melawan infeksi.

Pengobatan dapat dilakukan sebagai berikut :
· Terapi antibiotik untuk membunuh bakteri gram positif maupun gram negatif.
· Apabila pielonefritis kronisnya di sebabkan oleh obstruksi atau refluks, maka diperlukan penatalaksanaan spesifik untuk mengatasi masalh-masalah tersebut.
· Di anjurkan untuk dering munum dan BAK sesuai kebutuhan untuk membilas mikroorganisme yang mungkin naik ke uretra, untuk wanita harus membilas dari depan ke belakang untuk menghindari kontaminasi lubang urethra oleh bakteri faeces.





DAFTAR PUSTAKA




Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC

http://askep-ebook.blogspot.com

http://cnennisa.files.wordpress.com

http://harnawatiaj.wordpress.com

Tambayong, jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC

Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosa Keprawatan. Edisi 7. Jakarta : EGC
www.google.com



Label: askep (keperawatan), kePerawaTan mediKaL bedah

0 Comments:

1.

Post a Comment


Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Subscribe to: Poskan Komentar (Atom)
Sabtu, 13 Februari 2010
Askep Pielonefritis ( infeksi ginjal )
Diposkan oleh _Ly_`s pageS at Sabtu, Februari 13, 2010
Label: askep (keperawatan), kePerawaTan mediKaL bedah
BAB I
KONSEP DASAR


1. Definisi
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri piala ginjal, tubulus, dan jaringan interstisial dari salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung kemih melalui uretra dan naik ke ginjal. Meskipun ginjal menerima 20% - 25% curah jantung, bakteri jarang mencapai ginjal melalui darah; kasus penyebaran secara hematogen kurang dari 3%.
Pielonefritis sering sebagai akibat dari refluks uretero vesikal, dimana katup uretrovresikal yang tidak kompeten menyebabkan urin mengalir baik(refluks) ke dalam ureter. Obstruksi traktus urinarius yang meningkatkan kerentanan ginjal terhadap infeksi), tumor kandung kemih, striktur, hyperplasia prostatik benigna, dan batu urinarius merupakan penyebab yang lain.

Inflamasi pelvis ginjal disebut Pielonefritis, penyebab radang pelvis ginjal yang paling sering adalah kuman yang berasal dari kandung kemih yang menjalar naik ke pelvis ginjal. Pielonefritis ada yang akut dan ada yang kronis (Tambayong. 200)

2. Etiologi
Escherichia coli (bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di usus besar) merupakan penyebab dari 90% infeksi ginjal diluar rumah sakit dan penyebab dari 50% infeksi ginjal di rumah sakit.
Infeksi biasanya berasal dari daerah kelamin yang naik ke kandung kemih.
Pada saluran kemih yang sehat, naiknya infeksi ini biasanya bisa dicegah oleh aliran air kemih yang akan membersihkan organisme dan oleh penutupan ureter di tempat masuknya ke kandung kemih.
Berbagai penyumbatan fisik pada aliran air kemih (misalnya batu ginjal atau pembesaran prostat) atau arus balik air kemih dari kandung kemih ke dalam ureter, akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi ginjal.
Infeksi juga bisa dibawa ke ginjal dari bagian tubuh lainnya melalui aliran darah.

Keadaan lainnya yang meningkatkan resiko terjadinya infeksi ginjal adalah:
· kehamilan
· kencing manis
· keadaan-keadaan yang menyebabkan menurunnya sistem kekebalan tubuh untuk melawan infeksi.

Patofisiologi

click here . . .

4. Gejala
Gejala biasanya timbul secara tiba-tiba berupa demam, menggigil, nyeri di punggung bagian bawah, mual dan muntah.
Beberapa penderita menunjukkan gejala infeksi saluran kemih bagian bawah, yaitu sering berkemih dan nyeri ketika berkemih.
Bisa terjadi pembesaran salah satu atau kedua ginjal. Kadang otot perut berkontraksi kuat.Bisa terjadi kolik renalis, dimana penderita merasakan nyeri hebat yang disebabkan oleh kejang ureter. Kejang bisa terjadi karena adanya iritasi akibat infeksi atau karena lewatnya batu ginjal.
Pada anak-anak, gejala infeksi ginjal seringkali sangat ringan dan lebih sulit untuk dikenali. Pada infeksi menahun (pielonefritis kronis), nyerinya bersifat samar dan demam hilang-timbul atau tidak ditemukan demam sama sekali.
Pielonefritis kronis hanya terjadi pada penderita yang memiliki kelainan utama, seperti penyumbatan saluran kemih, batu ginjal yang besar atau arus balik air kemih dari kandung kemih ke dalam ureter (pada anak kecil). Pielonefritis kronis pada akhirnya bisa merusak ginjal sehingga ginjal tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya (gagal ginjal).
5. Manifestasi klinis
Pielonefritis akut: pasien pielonefritis akut mengalami demam dan menggigil, nyeri tekan pada kostovertebrel(CVA), Leokositosis, dan adanya bakteri dan sel darah putih dalam urinselain itu gejala saluran urinarius bawah seperti disuria dan sering berkemihumumnya terjadi. Infeksi saluran urinarius atas dikaitkan dengan selimut antibodi bakteri dalam urin.
Ginjal pasien pielonefritis biasanya membesar disertai infiltrasiinterstisial sel-sel inflamasi. Abses dapat di jumpai pada kapsul ginjal dan pada taut kartiko medularis. Pada akhirnya, atrofi dan kerusakan tubulus serta glomerulus terjadi. Ketika pielonefritis menjadi kronis, ginjal membentuk jaringan parut, berkontraksi dan tidak berfungsi
Pielonefritis kronis:biasanya tanpa gejala infeksi, kecuali terjadi eksaserbasi. Tada-tanda utama mencakup keletiah sakit kepala, nafsumakan rendah, poliuria, haus yang berlebihan, dan kehilangan berat badan. Infeksi yang menetap atau kambuh dapat menyebabkan jaringan parut progresif di ginjal disertai gagal ginjal pada akhirnya.

6. Komplikasi
Pielonefritis kronik: penyakit ginjal stadium akhir(mulai dari hilangnya progresifitas nefron akibat inflamasi kronik dan jaringan parut)hipertensi, danpembentukan batu ginjal (akibat infeksi kronik disertai organisme pengurai-urea, yang mengakibatkan terbentuknya batu).

7. Pemeriksaan Penunjang
1. Urinalisis
~ Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB) sediment air kemih
~ Hematuria: hematuria- positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.
2. Bakteriologis
~ Mikroskopis : satu bakteri lapangan pandang minyak emersi. 102 -103 organisme koliform / mL urin plus piuria
~ Biakan bakteri
~ Tes kimiawi : tes reduksi griess nitrate berupa perubahan warna pada uji carik
3. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
4. Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria utama adanya infeksi.
5. Metode tes
~ Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes Griess untuk pengurangan nitrat).
~ Tes esterase lekosit positif: maka pasien mengalami piuria.
~ Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat bakteri yang mengurangi nitrat urin normal menjadi nitrit.
6. Penyakit Menular Seksual (PMS): Uretritia akut akibat organisme menular secara seksual (misal, klamidia trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes simplek).
7. Tes- tes tambahan :
~ Urogram intravena (IVU).
~ Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi juga dapat dilakukan untuk menentukan apakah infeksi akibat dari abnormalitas traktus urinarius, adanya batu, massa renal atau abses, hodronerosis atau hiperplasie prostate.
~ Urogram IV atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang resisten.

7. Penatalaksanaan
Pielonefritis Akut: pasien pielonefritis akut beresiko terhadap bakteremia dan memerlukan terapi antimikrobial yang intensif. Terapi parentral di berikan selama 24-48 jam sampai pasien afebril. Pada waktu tersebut, agens oral dapat diberikan. Pasien dengan kondisi yang sedikit kritis akan efektif apabila ditangani hanya dengan agens oral. Untuk mencegah berkembangbiaknya bakteri yang tersisa, maka pengobatan pielonefritis akut biasanya lebih lama daripada sistitis.
Maslah yangmungkin timbul dlam penanganan adalah infeksi kronik atau kambuhan yang muncul sampai beberapa bulan atau tahun tanpa gejala. Setelah program antimikrobial awal, pasien dipertahankan untuk terus dibawah penanganan antimikrobial sampai bukti adanya infeksi tidak terjadi, seluruh faktor penyebab telah ditangani dan dikendalikan, dan fungsi ginjal stabil. Kadarnya pada terapi jangka panjang.
Pielonefritis kronik: agens antimikrobial pilihan di dasarkanpada identifikasi patogen melalui kultur urin, nitrofurantion atau kombinasi sulfametoxazole dan trimethoprim dan digunakan untuk menekan pertumbuhan bakteri. Fungsi renal yang ketat, terutama jika medikasi potensial toksik.

8. Pengobatan
a. Terapi antibiotik untuk membunuh bakteri gram positif maupun gram negatif.
b. Apabila pielonefritis kronisnya di sebabkan oleh obstruksi atau refluks, maka diperlukan penatalaksanaan spesifik untuk mengatasi masalh-masalah tersebut.
c. Di anjurkan untuk dering munum dan BAK sesuai kebutuhan untuk membilas mikroorganisme yang mungkin naik ke uretra, untuk wanita harus membilas dari depan ke belakang untuk menghindari kontaminasi lubang urethra oleh bakteri faeces.


BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian pada klien pielonefritis menggunakan pendekatan bersifat menyeluruh yaitu :
A. Data biologis meliputi :
1. Identitas Klien
2. Identitas penanggung
B. Riwayat kesehatan :
1. Riwayat infeksi saluran kemih
2. Riwayat pernah menderita batu ginjal
3. Riwayat penyakit DM, Jantung
C. Pengkajian fisik :
1. Palpasi kandung kemih
2. Infeksi darah meatus
a. Pengkajian warna, jumlah, bau dan kejernian urine
b. Pengkajian pada costovertebralis
D. Riwayat psikososial
Usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan persepsi terhadap kondisi penyakit mekanisme kopin dan system pendukung
E. Pengkajian pengtahuan klien dan keluarga
1. Pemahaman tentang penyebab / perjalanan penyakit
2. Pemahaman tentang pencegahan, perawatan dan terapi medis

2. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d hipertermi, perubahan membran mukosa, kurang nafsu makan
2. Nyeri akut b.d proses peradangan / infeksi
3. Hipertermia b.d demam, peradangan / infeksi
4. Ansietas b.d hematuria, kurang pengetahuan tentang penyakit dan tujuan pengobatan
5. Gangguan pola tidur b.d hipertermi, nyeri
6. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum
7. Resiko kekurangan volume cairan b.d intake tidak adekuat

3. Perencanaan
Dp. 1 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d hipertermi, perubahan membran mukosa, kurang nafsu makan

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa nafsu makan bertambah.
Batasan karateristik :
Subjektif : kram abdomen, melaporkan perubahan sensasi rasa, merasa kenyang setelah mengingesti makanan, merasakan ketidakmampuan mengingesti makanan.
Objektif : adanya bukti kekurangan makanan, bising usus hiperaktif, konjungtiva dan membran mukosa pucat, tonus otot buruk.
Kriteria Hasil : menunjukkan status gizi : asupan makanan, cairan dan zat gizi.
Intervensi :
No

Intervensi

Rasionalisasi

1






2








3



4





5





6

Mandiri
Pantau / catat permasukan diet






Tawarkan perawatan mulut sering/cuci dengan larutan (25%) cairan asam asetat. Berikan permen karet, permen keras, penyegar mulut diantara makan





Berikan makanan sedikit tapi sering


Kolaborasi :
Konsul dengan ahli gizi/tim pendukung nutrisi




Batasi kalium, natrium dan pemasukan fosat sesuai indikasi




Awasi pemeriksaan labiratorium, contoh; BUN, albumin serum, transferin, natrium dan kalium.



Membantu dan mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet. Kondisi fisik umum, gajala uremik (contoh : mual, anoreksia, gangguan rasa) dan pembatasan diet multiple mempengaruhi pemasukan makanan.

Mambran mukosa menjadi kering dan pecah. Perawatan mulut menyejukkan, meminyaki dan membantu menyegarkan rasa mulut yang sering tidak nyaman pada uremia dan membatasi pemasukan oral. Pencucian dengan asam asetat membantu menetralkan amonea yang dibentuk oleh perubahan urea.

Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik/menurunnya paristaltik

Menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan,dan mengidentifikasi rute paling efektif dan produknya, contoh tambahan oral, makanan selang hiperalimentasi

Pembatasan elektrolit ini dibutuhkan untuk mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut, khususnya bila dialisis tidak menjadi bagian pengobatan, dan atau selama fase penyembuhan.

Indikator kebutuhan nutrisi, pembatasan, dan kebutuhan / efektivitas terapi.

Dp. 2 : Nyeri akut b.d proses peradangan, infeksi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa nyaman dan nyerinya berkurang.
Batasan karakteristik: kegelisahan, perilaku melindungi, perilaku menjaga, kandung kemih tegang
Subjektif : keletihan
Objektif : perubahan kemampuan untuk meneruskan aktifitas sebelumnya, perubahan pola tidur, penurunan interaksi dengan orang lain, perubahan berat badan.
Kriteria Hasil : Tidak ada keluhan nyeri pada saat berkemih, kandung kemih tidak tegang, tenang, tidak mengekspresikan nyeri secara verbal atau pada wajah, tidak ada posisi tubuh, tidak ada kegelisahan, tidak ada kehilangan nafsu makan.


Intervensi :

No

Intervensi

Rasionalisasi

1


2


3


4




5


6


7






8


9

Mandiri :
Pantau intensitas, lokasi, dan factor yang memperberat atau meringankan nyeri

Berikan waktu istirahat yang cukup dan tingkat aktivitas yang dapat di toleran.

Anjurkan minum banyak 2-3 liter jika tidak ada kontra indikasi

Pantau haluaran urine terhadap perubahan warna, bau dan pola berkemih, masukan dan haluaran setiap 8 jam dan pantau hasil urinalisis ulang

Berikan tindakan nyaman, seperti pijatan punggung, lingkungan istirahat

Berikan perawatan parineal

Kolaborasi :
Konsul dokter bila : sebelumnya kuning gading urine kuning, jingga gelap, berkabut atau keruh. Pla berkemih berubah, sering berkemih dengan jumlah sedikit, perasaan ingin kencing, menetes setelah berkemih. Nyeri menetap atau bertambah sakit

Berikan analgesic sesuia kebutuhan dan evaluasi keberhasilannya

Berikan antibiotic. Buat berbagi variasi sediaan minum, termasuk air segar. Pemberian air sampai 2400 ml/hari



Rasa sakit yang hebat menandakan adanya infeksi

Klien dapat istirahat dengan tenang dan dapat merilekskan otot – otot

Untuk membantu klien dalam berkemih


Untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang di harapkan


Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot

Untuk mencegah kontaminasi uretra


Temuan – temuan ini dapat memberi tanda kerusakan jaringan lanjut dan perlu pemeriksaan luas




Analgesic memblok lintasan nyeri sehingga mengurangi nyeri

Akibat dari haluran urin memudahkan berkemih sering dan membantu membilas saluran berkemih

Dp. 3 : Hipertermia b.d demam, peradangan / infeksi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam demam pasien berkurang
Batasan Karakteristik : suhu tubu meningkat di atas rentang normal, frekuensi napas meningkat, kulit hangat bila disentuh, kadang merasa mual.
Kriteria Hasil :hilangnya rasa mual, suhu tubuh kembali normal, nafas normal dan suhu kulit lembab
Intervensi :
No

Intervensi

Rasionalisasi

1


2



3





4




5


Mandiri :
Pantau suhu pasien (drajat dan pola) ; perhatikan menggigil/diaforesis

Pantau suhu lingkungan, batasi / tambahkan linen tempat tidur, sesuai indikasi


Berikan kompres mandi hangat; hindari penggunaan alkohol




Berikan selimut pendingin




Kolaborasi :
Berikan antipiretik, misalnya ASA (aspirin), asetaminofen (tylenol)


Suhu 38,90 – 41,10 C menunjukkan proses penyakit infeksius akut

Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal.

Dapat membantu mengurangi demam. Catatan : penggunaan air es/alkohol mungkin menyebabakan kedinginan, peningkatan suhu secara aktual. Selain itu alkohol dapat mengeringkan kulit.

Digunakan untuk mengurangi demam umumnya lebih besar dari 39,50-400 C pada waktu terjadi kerusakan/ gangguan otak.

Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotelamus. Meskipun demam mungkin dapat berguna dalam membatasi pertumbuhan organisme. Dan meningkatkan autodestruksi dari sel-sel yang terinfeksi



Dp. 4 : Ansietas b.d hematuria, kurang pengetahuan tentang penyakit dan tujuan pengobatan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam cemas pasien Hilang dan tidak memperlihatkan tanda-tanda gelisa
Batasan Karakteristik : klien gelisah, tidak tenang, tanda vital abnormal, gelisah, ketakutan, gangguan tidur.
Kriteria Hasil : tenang, gelisa berkurang, ketakutan berkurang, dapat beristirahat, frekuensi nafas 12-24/menit
Intervensi :
No

Intervensi

Rasionalisasi
1



2


3


4

Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya


Pantau tingkat kecemasan


Beri dorongan spiritual


Beri penjelasan tentang penyakitnya

Agar klien mempunyai semangat dan mau empati terhadap perawatan dan pengobatan

Untuk mengetahui berat ringannya kecemasan klien

Agar klien kembali menyerahkan sepenuhnya kepada tuhan YME

Agar klien mengerti sepenuhnya dengan penyakit yang di alaminya.



Dp. 5 : Gangguan pola tidur b.d hipertermi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa tidur dengan nyenyak.
Batasan karakteristik :
Subjektif : ketidak puasan tidur, keluhan verbal tentang kesulitan untuk tidur, keluhan verbal tentang perasaan tidak dapat beristirahat dengan baik.
Objektif : total waktu tidur kurang dari lama tidur normal, bangun 3 kali atau lebih di malam hari
Kriteria Hasil : jumlah jam tidur tidak terganggu, perasaan segar setelah tidur atau istirahat, terjaga denganwaktu yang sesuai
Intervensi :
No

Intervensi

Rasionalisasi

1

2


3


4



5

Mandiri :
Instruksikan tindakan relaksasi

Hindari mengganggu bila mungkin, mis : membangun untuk obat atau terapi

Tentukan kebiasaan tidur biasanya dan perubahan yang terjadi

Dorong posisi nyaman, bantu dalam megubah posisi

Kolaborasi :
Berikan sedatif, hipnotik, sesuai indikasi



Membantu menginduksi tidur

Tidur tanpa gangguan pasien mungkin tidak mampu kembali tidur bila terbangun

Mengkaji perlunya mengidentifikasi intervensi yang tepat.

Perubahan posisi mengubah area tekanan dan meningkatkan istirahat


Mungkin di berikan untuk membantu pasien tidur/istirahat selama periode dari rumah ke lingkungan baru. Catatan : hindari penggunaan kebiasaan, karena ini menurunkan waktu tidur.


Dp. 6 : Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien toleran aktifitas.
Batasan Karakteristik :
Subjektif : ketidaknyamanan, melaporkan keletihan atau kelemahan secara verbal
Objektif: denyut jantung atau tekanan darah tidak normal sebagai respon terhadap aktivitas
Kriteria Hasil : mengidentifikasi aktifitas dan atau situasi yang menimbulkan kecemasan yang berkontribusi pada intoleransi aktivitas.
Intervensi :
No

Intervensi

Rasionalisasi

1



2

Mandiri :
Bantu aktivitas perawatan diri yang di perlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktifitas selama fase penyembuhan.

Evaluasi respon pasien terhadap aktifitas. Catat laporan dispnea, peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas


Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen

Menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan pemilihan intervensi.


Dp. 7 : Resiko kekurangan volume cairan b.d intake tidak adekuat
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam klien dapat mempertahankan pola eliminasi secara adekuat
Batasan Karakteristik :
Subjektif :
Objektif : penurunan turgor kullit/lidah, konsentrasi urine meningkat, kulit/ mambran mukosa kering.
Kriteria hasil :tidak memiliki konsentrasi urine yang berlebih, memiliki keseimbangan asupan Dan haluaran yang seimbang dalam 24 jam.
Intervensi :
No

Intervensi

Rasionalisasi

1


2


3


4



5












6


Mandiri :
Ukur dan catat urine setiap kali berkemih


Pastikan kontinuitas kateter pirau/ akses


Tempatkan pasien pada posisi telentang/tredelenburg sesui kebutuhan

Pantau mambran mukosa kering, torgor kulit yang kurang baik, dan rasa haus

Kolaborasi :
Awasi pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi
~ Hb/Ht


~ Elektrolit serum dan Ph




~ Waktu pembekuan, contoh ACT, PT/PTT, dan Jumlah trombosit

Berikan cariran IV (contoh, garam faal)/ volume ekspender (contoh albumin)selama dialisa sesuai idikasi





Untuk mengetahui adanya perubahan warna dan untuk mengetahui input/output

Terputusnya pirau/ akses terbuka akan memungkinkan eksanguinasi

Memaksimalkan aliran balik vena bila terjadi hipotensi

Hipovolemia/cairian ruang ketiga akan memperkuat tanda-tanda dehidrasi


~ Menurun karena anemia, hemodilusi atau kehilangan darah aktual.
~ Ketidak seimbangan dapat memerlukan perubahan dalam cairan dialisa atau tambahan pengganti untuk mencapai keseimbangan
~ Penggunaan heparin untuk mencegah pembekuan pada aliran darah dan hemofilter mengubah koagulasi dan potensial darah aktif.



Cairan garam faal/dekstrosa, elektrolit, dan NaHCO3 mungkin diinfuskan dalam sisi vena hemofelter Cav bila kecepatan ultrafiltrasi tinggi digunakan untuk membuang cairan ekstraseluler dan cairan toksik. Volume ekspender mungkin dibutuhkan selama/setelah hemodialisa bila terjadi hipotensi tiba-tiba nya!!



BAB III
KESIMPULAN


Pielonefritis merupakan infeksi bakteri piala ginjal, tubulus, dan jaringan interstisial dari salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung kemih melalui uretra dan naik ke ginjal. Meskipun ginjal menerima 20% - 25% curah jantung, bakteri jarang mencapai ginjal melalui darah; kasus penyebaran secara hematogen kurang dari 3%.
Escherichia coli (bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di usus besar) merupakan penyebab dari 90% infeksi ginjal diluar rumah sakit dan penyebab dari 50% infeksi ginjal di rumah sakit.
Infeksi biasanya berasal dari daerah kelamin yang naik ke kandung kemih.
Pada saluran kemih yang sehat, naiknya infeksi ini biasanya bisa dicegah oleh aliran air kemih yang akan membersihkan organisme dan oleh penutupan ureter di tempat masuknya ke kandung kemih.
Keadaan lainnya yang meningkatkan resiko terjadinya infeksi ginjal adalah:
· kehamilan
· kencing manis
· keadaan-keadaan yang menyebabkan menurunnya sistem kekebalan tubuh untuk melawan infeksi.

Pengobatan dapat dilakukan sebagai berikut :
· Terapi antibiotik untuk membunuh bakteri gram positif maupun gram negatif.
· Apabila pielonefritis kronisnya di sebabkan oleh obstruksi atau refluks, maka diperlukan penatalaksanaan spesifik untuk mengatasi masalh-masalah tersebut.
· Di anjurkan untuk dering munum dan BAK sesuai kebutuhan untuk membilas mikroorganisme yang mungkin naik ke uretra, untuk wanita harus membilas dari depan ke belakang untuk menghindari kontaminasi lubang urethra oleh bakteri faeces.





DAFTAR PUSTAKA




Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC

http://askep-ebook.blogspot.com

http://cnennisa.files.wordpress.com

http://harnawatiaj.wordpress.com

Tambayong, jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC

Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosa Keprawatan. Edisi 7. Jakarta : EGC
www.google.com


Read more: http://sely-biru.blogspot.com/2010/02/askep-pielonefritis-infeksi-ginjal.html#ixzz0zWSH0CTR

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gagal Ginjal Kronis

Definisi

Penyakit gagal ginjal kronis bersifat progresif dan irreversible dimana terjadi uremia karena kegagalan tubuh untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan serta elektrolit ( SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1448)

Gagal ginjal kronis ini merupakan penyakit ginjal tahap akhir

Etiologi

* Glomerulonefritis kronis
* Pielonefritis
* Diabetes mellitus
* Hipertensi yang tidak terkontrol
* Obstruksi saluran kemih
* Penyakit ginjal polikistik
* Gangguan vaskuler
* Lesi herediter
* Agen toksik (timah, kadmium, dan merkuri)

( SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1448)

asuhan keperawatan pada klien dengan GGK

asuhan keperawatan pada klien dengan GGK

Patofisiologi

Penurunan GFR

Pemeriksaan klirens kreatinin dengan mendapatkan urin 24 jam untuk mendeteksi penurunan GFR. Akibat dari penurunan GFR, maka klirens kretinin akan menurun, kreatinin akan meningkat, dan nitrogen urea darah (BUN) juga akan meningkat.

Gangguan klirens renal

Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens (substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal).

Retensi cairan dan natrium

Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal. Terjadi penahanan cairan dan natrium sehingga meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi.

Anemia

Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk terjadi perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran GI.

Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat

Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, yang lain akan turun. Dengan menurunnya GFR, maka terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya akan terjadi penurunan kadar kalsium. Penurunan kadar kalsium ini akan memicu sekresi paratormon, namun dalam kondisi gagal ginjal, tubuh tidak berespon terhadap peningkatan sekresi parathormon, akibatnya kalsium di tulang menurun menyebabkab perubahan pada tulang dan penyakit tulang.

Penyakit tulang uremik (osteodistrofi)

Terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan parathormon.

( SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1448)

Manifestasi Klinik

Kardiovaskuler

- Hipertensi

- Pembesaran vena leher

- Pitting edema

- Edema periorbital

- Friction rub pericardial

Pulmoner

- Nafas dangkal

- Krekels

- Kusmaul

- Sputum kental dan liat

Gastrointestinal

- Konstipasi / diare

- Anoreksia, mual dan muntah

- Nafas berbau amonia

- Perdarahan saluran GI

- Ulserasi dan perdarahan pada mulut

Muskuloskeletal

- Kehilangan kekuatan otot

- Kram otot

- Fraktur tulang

Integumen

- Kulit kering, bersisik

- Warna kulit abu-abu mengkilat

- Kuku tipis dan rapuh

- Rambut tipis dan kasar

- Pruritus

- Ekimosis

Reproduksi

- Atrofi testis

- Amenore

( SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1450)

Pemeriksaan Diagnostik

a. Urin

- Warna: secara abnormal warna urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen. Warna urine kotor, kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin

- Volume urine: biasanya kurang dari 400 ml/24 jam bahkan tidak ada urine (anuria)

- Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat

- Osmolalitas: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal tubular dan rasio urin/serum sering 1:1

- Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada

- Klirens kreatinin: mungkin agak menurun

- Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium

b. Darah

- Ht : menurun karena adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl

- BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir

- SDM: menurun, defisiensi eritropoitin

- GDA: asidosis metabolik, pH kurang dari 7,2

- Protein (albumin) : menurun

- Natrium serum : rendah

- Kalium: meningkat

- Magnesium: meningkat

- Kalsium ; menurun

c. Osmolalitas serum:

Lebih dari 285 mOsm/kg

d. Pelogram Retrograd:

Abnormalitas pelvis ginjal dan ureter

e. Ultrasonografi Ginjal :

Untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya masa , kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas

f. Endoskopi Ginjal, Nefroskopi:

Untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif

g. Arteriogram Ginjal:

Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular, masa

h. EKG:

Ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa

(Doenges, E Marilynn, 2000, hal 628- 629)

Penatalaksanaan

1. Dialisis

2. Obat-obatan: anti hipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen kalsium, furosemid

3. Diit rendah uremi

( SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1449)

Komplikasi

1. Hipertensi

2. Hiperkalemia

3. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung

4. Anemia

5. Penyakit tulang

( SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1449)

Fokus Pengkajian

1. Aktifitas /istirahat

Gejala:

- Kelemahan malaise

- Kelelahan ekstrem,

- Gangguan tidur (insomnis/gelisah atau somnolen)

Tanda:

- Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak

2. Sirkulasi

Gejala:

- Riwayat hipertensi lama atau berat

- Palpitasi, nyeri dada (angina)

Tanda:

- Hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan piting pada kaki, telapak tangan

- Nadi lemah, halus, hipotensi ortostatik

- Disritmia jantung

- Pucat pada kulit

- Friction rub perikardial

- Kecenderungan perdarahan

3. Integritas ego

Gejala:

- Faktor stress, misalnya masalah finansial, hubungan dengan orang lain

- Perasaan tak berdaya, tak ada harapan

Tanda:

- Menolak, ansietas, takut, marah, perubahan kepribadian, mudah terangsang

4. Eliminasi

Gejala:

- Penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria ( gagal tahap lanjut)

- Diare, Konstipasi, abdomen kembung,

Tanda:

- Perubahan warna urin, contoh kuning pekat, coklat, kemerahan, berawan

- Oliguria, dapat menjadi anuria

5. Makanan/cairan

Gejala:

- Peningkatan BB cepat (edema), penurunan BB (malnutrisi)

- Anoreksia, mual/muntah, nyeri ulu hati, rasa metalik tak sedap pada mulut ( pernafasan amonia)

Tanda:

- Distensi abdomen/ansietas, pembesaran hati (tahap akhir)

- Edema (umum, tergantung)

- Perubahan turgor kulit/kelembaban

- Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah

- Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga

6. Neurosensori

Gejala:

- Kram otot/kejang, sindrom kaki gelisah, kebas rasa terbakar pada Sakit kepala, penglihatan kabur

- telapak kaki

- Kebas/kesemutan dan kelemahan khususnya ekstrimitas bawah (neuropati perifer)

Tanda:

- Gangguan status mental, contohnya ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, penurunan lapang perhatian, stupor, koma

- Kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang

- Rambut tipis, kuku tipis dan rapuh

7. Nyeri/kenyamanan

Gejala:, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki, nyei panggul

Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah

8. Pernapasan

Gejala:

- Dispnea, nafas pendek, nokturnal paroksismal, batuk dengan/tanpa sputum

Tanda:

- Dispnea, takipnea pernapasan kusmaul

- Batuk produktif dengan sputum merah muda encer (edema paru)

9. Keamanan

Gejala: kulit gatal, ada/berulangnya infeksi

Tanda:

- Pruritus

- Demam (sepsis, dehidrasi)

10. Seksualitas

Gejala: amenorea, infertilitas, penurunan libido

11. Interaksi sosial

Gejala:

- Kesulitan menurunkan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran dalam keluarga

12. Penyuluhan

- Riwayat diabetes mellitus pada keluarga (resti GGK), penyakit polikistik, nefritis herediter, kalkulus urinaria

- Riwayat terpajan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan

- Penggunaan antibiotik nefrotoksik saat ini/berulang

Gagal Ginjal Kronis

PENGERTIAN

* Merupakan penyakit ginjal tahap akhir.
* Progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia.
(SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1448)



ETIOLOGI

* Diabetus mellitus
* Glumerulonefritis kronis
* Pielonefritis
* Hipertensi tak terkontrol
* Obstruksi saluran kemih
* Penyakit ginjal polikistik
* Gangguan vaskuler
* Lesi herediter
* Agen toksik (timah, kadmium, dan merkuri)
(SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1448)



MANIFESTASI KLINIK

* Kardiovaskuler
o Hipertensi
o Pitting edema
o Edema periorbital
o Pembesaran vena leher
o Friction rub perikardial

* Pulmoner
o KrekelS
o Nafas dangkal
o Kusmaul
o Sputum kental dan liat

* Gastrointestinal
o Anoreksia, mual dan muntah
o Perdarahan saluran GI
o Ulserasi dan perdarahan pada mulut
o Konstipasi / diare
o Nafas berbau amonia

* Muskuloskeletal
o Kram otot
o Kehilangan kekuatan otot
o Fraktur tulang
o Foot drop

* Integumen
o Warna kulit abu-abu mengkilat
o Kulit kering, bersisik
o Pruritus
o Ekimosis
o Kuku tipis dan rapuh
o Rambut tipis dan kasar

* Reproduksi
o Amenore
o Atrofi testis
(SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1450)



Lebih lengkap disini: Gagal Ginjal Kronis | kumpulan askep askeb | download KTI Skripsi | asuhan keperawatan kebidanan
ribuan askep askeb kti skripsi

Askep Pada Klien Dengan penyakit Jantung koroner

A. Pengertian.
Penyakit jantung koroner/ penyakit arteri koroner (penyakit jantung artherostrofik) merupakan suatu manifestasi khusus dan arterosclerosis pada arteri koroner. Unsur lemak yang disebut palque dapat terbentuk didalam arteri, menutup dan membuat aliran darah dan oksigen yang dibawanya menjadi kurang untuk disuplai ke otot jantung. Plaque terbentuk pada percabangan arteri yang ke arah aterion kiri, arteri koronaria kanan dan agak jarang pada arteri sirromflex. Aliran darah ke distal dapat mengalami obstruksi secara permanen maupun sementara yang di sebabkan oleh akumulasi plaque atau penggumpalan. Sirkulasi kolateral berkembang di sekitar obstruksi arteromasus yang menghambat pertukaran gas dan nutrisi ke miokardium. Kegagalan sirkulasi kolateral untuk menyediakan supply oksigen yang adekuat ke sel yang berakibat terjadinya penyakit arteri koronaria, gangguan aliran darah karena obstruksi tidak permanen (angina pektoris dan angina preinfark) dan obstruksi permanen (miocard infarct) Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Dep.kes, 1993.

Etiologi
Pria dan wanita dapat terkena penyakit jantung koroner. Penyakit jantung koroner dapat diturunkan secara turun temurun (keturunan). Mungkin juga merupakan perkembangan seperti pada usia lanjut dan pembentukan paque didalam arteri yang berlangsung lama. Anda bisa terkena penyakit jantung koroner jika anda mepunyai berat badan yang berlebihan (overweight) atau seseorang dengan tekanan darah tinggi dan diabetes. Kolesterol tinggi bisa juga menjadi penyakit jantung koroner. Penyakit jantung koroner bersumber dari aneka pilihan gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, kebiasaan makan dengan tinggi lemak dan kurangnya olah raga.
Penyakit arteri koroner bisa menyerang semua ras, tetapi angka kejadian paling tinggi ditemukan pada orang kulit putih. Tetapi ras sendiri tampaknya bukan merupakan faktor penting dalam gaya hidup seseorang. Secara spesifik, faktor-faktor yang meningkatkan resiko terjadinya penyakit arteri koroner adalah: # Diet kaya lemak # Merokok # Malas berolah raga.

Kolesterol dan Penyakit Arteri Koroner
Resiko terjadinya penyakit arteri koroner meningkat pada peningkatan kadar kolesterol total dan kolesterol LDL (kolesterol jahat) dalam darah. Jika terjadi peningkatan kadar kolesterol HDL (kolesterol baik), maka resiko terjadinya penyakit arteri koroner akan menurun.
Makanan mempengaruhi kadar kolesterol total dan karena itu makanan juga mempengaruhi resiko terjadinya penyakit arteri koroner. Merubah pola makan (dan bila perlu mengkonsumsi obat dari dokter) bisa menurunkan kadar kolesterol. Menurunkan kadar kolesterol total dan kolesterol LDL bisa memperlambat atau mencegah berkembangnya penyakit arteri koroner.
Menurunkan kadar LDL sangat besar keuntungannya bagi seseorang yang memiliki faktor resiko berikut: # Merokok sigaret # Tekanan darah tinggi # Kegemukan # Malas berolah raga # Kadar trigliserida tinggi # Keturunan # Steroid pria (androgen).

Gejala
? Dada terasa tak enak(digambarkan sebagai mati rasa, berat, atau terbakar; dapat menjalar ke pundak kiri, lengan, leher, punggung, atau rahang)
? Sesak napas
? Berdebar-debar
? Denyut jantung lebih cepat
? Pusing
? Mual
? Kelemahan yang luar biasa

Resiko dan insidensi
Penyakit arteri koronaria merupakan masalah kesehatan yang paling lazim dan merupakan penyebab utama kematian di USA.Walaupun data epidemiologi menunjukan perubahan resiko dan angka kematian penyakit ini tetap merupakan tantangan bagi tenaga kesehatan untuk mengadakan upaya pencegahan dan penanganan. Penyakit jantung iskemik banyak di alami oleh individu berusia yang berusia 40-70 tahun dengan angka kematian 20 %. (Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Dep.kes, 1993).
Faktor resiko yang berkaitan dengan penyakit jantung koroner dapat di golongkan secara logis sebagai berikut:
1. Sifat pribadi Aterogenik.
Sifat aterogenik mencakup lipid darah, tekanan darah dan diabetes melitus. Faktor ini bersama-sama berperan besar dalam menentuak kecepatan artero- genensis (Kaplan & Stamler, 1991).
2. Kebiasaan hidup atau faktor lingkungan yang tak di tentukan semaunya.
Gaya hidup yang mempredisposisi individu ke penyakit jantung koroner adalah diet yang terlalu kaya dengan kalori, lemak jenuh, kolesterol, garam serta oleh kelambanan fisik, penambahan berat badan yang tak terkendalikan, merokok sigaret dan penyalah gunaan alkohol (Kaplan & Stamler, 1991).
3. Faktor resiko kecil dan lainnya.
Karena faktor resiko yang di tetapkan akhir-akhir ini tidak tampak menjelaskan keseluruhan perbedaan dalam kematian karena penyakit jantung koroner, maka ada kecurigaan ada faktor resiko utama yang tak diketahui bernar-benar ada.
Berbagai faktor resiko yang ada antara lain kontrasepsi oral, kerentanan hospes, umur dan jenis kelamin (Kaplan & Stamler, 1991).

Pencegahan
Resiko terjadinya penyakit arteri koroner bisa dikurangi dengan melakukan beberapa tindakan berikut: # Berhenti merokok # Menurunkan tekanan darah # Mengurangi berat badan # Melakukan olah raga.

C. Patofisiologi
Penyakit jantung koroner dan micardiail infark merupakan respons iskemik dari miokardium yang di sebabkan oleh penyempitan arteri koronaria secara permanen atau tidak permanen. Oksigen di perlukan oleh sel-sel miokardial, untuk metabolisme aerob di mana Adenosine Triphospate di bebaskan untuk energi jantung pada saat istirahat membutuhakn 70 % oksigen. Banyaknya oksigen yang di perlukan untuk kerja jantung di sebut sebagai Myocardial Oxygen Cunsumption (MVO2), yang dinyatakan oleh percepatan jantung, kontraksi miocardial dan tekanan pada dinding jantung.
Jantung yang normal dapat dengan mudah menyesuaikan terhadap peningkatan tuntutan tekanan oksigen dangan menambah percepatan dan kontraksi untuk menekan volume darah ke sekat-sekat jantung. Pada jantung yang mengalami obstruksi aliran darah miocardial, suplai darah tidak dapat mencukupi terhadap tuntutan yang terjadi. Keadaan adanya obstruksi letal maupun sebagian dapat menyebabkan anoksia dan suatu kondisi menyerupai glikolisis aerobic berupaya memenuhi kebutuhan oksigen.
Penimbunan asam laktat merupakan akibat dari glikolisis aerobik yang dapat sebagai predisposisi terjadinya disritmia dan kegagalan jantung. Hipokromia dan asidosis laktat mengganggu fungsi ventrikel. Kekuatan kontraksi menurun, gerakan dinding segmen iskemik menjadi hipokinetik.
Kegagalan ventrikel kiri menyebabkan penurunan stroke volume, pengurangan cardiac out put, peningkatan ventrikel kiri pada saat tekanan akhir diastole dan tekanan desakan pada arteri pulmonalis serta tanda-tanda kegagalan jantung.
Kelanjutan dan iskemia tergantung pada obstruksi pada arteri koronaria (permanen atau semntara), lokasi serta ukurannya. Tiga menifestasi dari iskemi miocardial adalah angina pectoris, penyempitan arteri koronarius sementara, preinfarksi angina, dan miocardial infark atau obstruksi permanen pada arteri koronari (Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Dep.kes, 1993).

D. Mekanisme hipertensi meningkatkan resiko
Bila kebanyakan pembacaan tekanan diastole tetap pada atau di atas 90 mmHg setelah 6-12 bulan tanpa terapi obat, maka orang itu di anggap hipertensi dan resiko tambahan bagi penyakit jantung koroner.
Secara sederhana di katakan peningkatan tekanan darh mempercepat arterosklerosis dan arteriosklerosis sehinggan ruptur dan oklusi vaskuler terjadi sekitar 20 tahu lebih cepat daripada orang dengan normotensi. Sebagian mekanisme terlibat dalam proses peningkatan tekanan darah yang mengkibatkan perubahan struktur di dalam pembuluh darah, tetapi tekaan dalam beberpa cara terlibat langusng. Akibatnya, lebih tinggi tekanan darah, lebih besar jumlah kerusakan vaskular.
Komplikasi utama dari penyakit arteri koroner
angina dan serangan jantung (infark miokardial).

Studi diagnostik
ECG menunjukan: adanya S-T elevasi yang merupakan tanda dri iskemi, gelombang T inversi atau hilang yang merupakan tanda dari injuri, dan gelombang Q yang mencerminkan adanya nekrosis.
Enzym dan isoenzym pada jantung: CPK-MB meningkat dalam 4-12 jam, dan mencapai puncak pada 24 jam. Peningkatan SGOT dalam 6-12 jam dan mencapai puncak pada 36 jam.
Elektrolit: ketidakseimbangan yang memungkinkan terjadinya penurunan konduksi jantung dan kontraktilitas jantung seperti hipo atau hiperkalemia.
Whole blood cell: leukositosis mungkin timbul pada keesokan hari setelah serangan.
Analisa gas darah: Menunjukan terjadinya hipoksia atau proses penyakit paru yang kronis ata akut.
Kolesterol atau trigliseid: mungkin mengalami peningkatan yang mengakibatkan terjadinya arteriosklerosis.
Chest X ray: mungkin normal atau adanya cardiomegali, CHF, atau aneurisma ventrikiler.
Echocardiogram: Mungkin harus di lakukan guna menggambarkan fungsi atau kapasitas masing-masing ruang pada jantung.
Exercise stress test: Menunjukan kemampuan jantung beradaptasi terhadap suatu stress/ aktivitas.

PENANGGULANGAN PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)
1. Obat-obatan
2. Balon dan pemasangan stent
3. Operasi By-pass
4. EECP (Enhanced External Counter-Pulsation)

E. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Penyakit Jantung Koroner
1. Pengkajian
a. Aktivitas dan istirahat
Kelemahan, kelelahan, ketidakmampuan untuk tidur (mungkin di dapatkan Tachycardia dan dispnea pada saat beristirahat atau pada saat beraktivitas).
b. Sirkulasi
Mempunyai riwayat IMA, Penyakit jantung koroner, CHF, Tekanan darah tinggi, diabetes melitus.
Tekanan darah mungkin normal atau meningkat, nadi mungkin normal atau terlambatnya capilary refill time, disritmia.
Suara jantung, suara jantung tambahan S3 atau S4 mungkin mencerminkan terjadinya kegagalan jantung/ ventrikel kehilangan kontraktilitasnya.
Murmur jika ada merupakan akibat dari insufisensi katub atau muskulus papilaris yang tidak berfungsi.
Heart rate mungkin meningkat atau menglami penurunan (tachy atau bradi cardia).
Irama jnatung mungkin ireguler atau juga normal.
Edema: Jugular vena distension, odema anasarka, crackles mungkin juga timbul dengan gagal jantung.
Warna kulit mungkin pucat baik di bibir dan di kuku.
c. Eliminasi
Bising usus mungkin meningkat atau juga normal.
d. Nutrisi
Mual, kehilangan nafsu makan, penurunan turgor kulit, berkeringat banyak, muntah dan perubahan berat badan.
e. Hygiene perseorangan
Dispnea atau nyeri dada atau dada berdebar-debar pada saat melakukan aktivitas.
f. Neoru sensori
Nyeri kepala yang hebat, Changes mentation.
g. Kenyamanan
Timbulnya nyeri dada yang tiba-tiba yang tidak hilang dengan beristirahat atau dengan nitrogliserin.
Lokasi nyeri dada bagian depan substerbnal yang mungkin menyebar sampai ke lengan, rahang dan wajah.
Karakteristik nyeri dapat di katakan sebagai rasa nyeri yang sangat yang pernah di alami. Sebagai akibat nyeri tersebut mungkin di dapatkan wajah yang menyeringai, perubahan pustur tubuh, menangis, penurunan kontak mata, perubahan irama jantung, ECG, tekanan darah, respirasi dan warna kulit serta tingkat kesadaran.
h. Respirasi
Dispnea dengan atau tanpa aktivitas, batuk produktif, riwayat perokok dengan penyakit pernafasan kronis. Pada pemeriksaan mungkin di dapatkan peningkatan respirasi, pucat atau cyanosis, suara nafas crakcles atau wheezes atau juga vesikuler. Sputum jernih atau juga merah muda/ pink tinged.
i. Interaksi sosial
Stress, kesulitan dalam beradaptasi dengan stresor, emosi yang tak terkontrol.
j. Pengetahuan
Riwayat di dalam keluarga ada yang menderita penyakit jantung, diabetes, stroke, hipertensi, perokok.

2. Diagnosa keperawatan dan rencana tindakan
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan jantung atau sumbatan pada arteri koronaria.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien di harapkan mampu menunjukan adanya penurunan rasa nyeri dada, menunjukan adanya penuruna tekanan dan cara berelaksasi.
Rencana:
1. Monitor dan kaji karakteristik dan lokasi nyeri.
2. Monitor tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, kesadaran).
3. Anjurkan pada pasien agar segera melaporkan bila terjadi nyeri dada.
4. Ciptakan suasana lingkungan yangtenang dan nyaman.
5. Ajarkan dan anjurkan pada pasien untuk melakukan tehnik relaksasi.
6. Kolaborasi dalam : Pemberian oksigen dan Obat-obatan (beta blocker, anti angina, analgesic)
7. Ukur tanda vital sebelum dan sesudah dilakukan pengobatan dengan narkosa.

b. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, adanya jaringan yang nekrotik dan iskemi pada miokard.
Tujuan: setelah di lakukan tindakan perawatan klien menunnjukan peningkatan kemampuan dalam melakukan aktivitas (tekanan darah, nadi, irama dalam batas normal) tidak adanya angina.
Rencana:
1. Catat irama jantung, tekanan darah dan nadi sebelum, selama dan sesudah melakukan aktivitas.
2. Anjurkan pada pasien agar lebih banyak beristirahat terlebih dahulu.
3. Anjurkan pada pasien agar tidak “ngeden” pada saat buang air besar.
4. Jelaskan pada pasien tentang tahap- tahap aktivitas yang boleh dilakukan oleh pasien.
5. Tunjukan pada pasien tentang tanda-tanda fisiki bahwa aktivitas melebihi batas.

c. Resiko terjadinya penurunan cardiac output berhubungan dengan perubahan dalam rate, irama, konduksi jantung, menurunya preload atau peningkatan SVR, miocardial infark.
Tujuan: tidak terjadi penurunan cardiac output selama di lakukan tindakan keperawatan.
Rencana:
1. Lakukan pengukuran tekanan darah (bandingkan kedua lengan pada posisi berdiri, duduk dan tiduran jika memungkinkan).
2. Kaji kualitas nadi.
3. Catat perkembangan dari adanya S3 dan S4.
4. Auskultasi suara nafas.
5. Dampingi pasien pada saat melakukan aktivitas.
6. Sajikan makanan yang mudah di cerna dan kurangi konsumsi kafeine.
7. Kolaborasi dalam: pemeriksaan serial ECG, foto thorax, pemberian obat-obatan anti disritmia.

d. Resiko terjadinya penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan tekanan darah, hipovolemia.
Tujuan: selama dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi penurunan perfusi jaringan.
Rencana:
1. Kaji adanya perubahan kesadaran.
2. Inspeksi adanya pucat, cyanosis, kulit yang dingin dan penurunan kualitas nadi perifer.
3. Kaji adanya tanda Homans (pain in calf on dorsoflextion), erythema, edema.
4. Kaji respirasi (irama, kedalam dan usaha pernafasan).
5. Kaji fungsi gastrointestinal (bising usus, abdominal distensi, constipasi).
6. Monitor intake dan out put.
7. Kolaborasi dalam: Pemeriksaan ABG, BUN, Serum ceratinin dan elektrolit.

e. Resiko terjadinya ketidakseimbangan cairan excess berhubungan dengan penurunan perfusi organ (renal), peningkatan retensi natrium, penurunan plasma protein.
Tujuan: tidak terjadi kelebihan cairan di dalam tubuh klien selama dalam perawatan.
Rencana:
1. Auskultasi suar nafas (kaji adanya crackless).
2. Kaji adanya jugular vein distension, peningkatan terjadinya edema.
3. Ukur intake dan output (balance cairan).
4. Kaji berat badan setiap hari.
5. Anjurkan pada pasien untuk mengkonsumsi total cairan maksimal 2000 cc/24 jam.
6. Sajikan makan dengan diet rendah garam.
7. Kolaborasi dalam pemberian deuritika.

DAFTAR PUSTAKA
• Barbara C long. (1996). Perawatan Medical Bedah. Pajajaran Bandung.
• Carpenito J.L. (1997). Nursing Diagnosis. J.B Lippincott. Philadelpia.
• Carpenito J.L. (1998.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8 EGC. Jakarta.
• Doengoes, Marylin E. (2000). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 3 EGC. Jakarta.
• Hudack & Galo. (1996). Perawatan Kritis. Pendekatan Holistik. Edisi VI, volume I EGC. Jakarta.
• Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran. Media aesculapius Universitas Indonesia. Jakarta.
• Kaplan, Norman M. (1991). Pencegahan Penyakit Jantung Koroner. EGC Jakarta.
• Lewis T. (1993). Disease of The Heart. Macmillan. New York.
• Marini L. Paul. (1991). ICU Book. Lea & Febriger. Philadelpia.
• Morris D. C. et.al, The Recognation and treatment of Myocardial Infarction and It’sComplication.
• Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan. (1993). Proses Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Krdiovaskuler. Departemen Kesehatan. Jakarta

Lebih lengkap disini: Asuhan Keperawatan Penyakit Jantung Koroner PJK | kumpulan askep askeb | download KTI Skripsi | asuhan keperawatan kebidanan
ribuan askep askeb kti skripsi

ASUHAN KEPERAWATAN PADA pasien DENGAN LUKA BAKAR (COMBUSTIO)

Luka bakar dapat mengakibatkan masalah yang kompleks yang dapat meluas melebihi kerusakan fisik yang terlihat pada jaringan yang terluka secara langsung. Masalah kompleks ini mempengaruhi semua sistem tubuh dan beberapa keadaan yang mengancam kehidupan. Dua puluh tahun lalu, seorang dengan luka bakar 50% dari luas permukaan tubuh dan mengalami komplikasi dari luka dan pengobatan dapat terjadi gangguan fungsional, hal ini mempunyai harapan hidup kurang dari 50%. Sekarang, seorang dewasa dengan luas luka bakar 75% mempunyai harapan hidup 50%. dan bukan merupakan hal yang luar biasa untuk memulangkanpasien dengan luka bakar 95% yang diselamatkan. Pengurangan waktu penyembuhan, antisipasi dan penanganan secara dini untuk mencegah komplikasi, pemeliharaan fungsi tubuh dalam perawatan luka dan tehnik rehabilitasi yang lebih efektif semuanya dapat meningkatkan rata-rata harapan hidup pada sejumlah klien dengan luka bakar serius.


Beberapa karakteristik luka bakar yang terjadi membutuhkan tindakan khusus yang berbeda. Karakteristik ini meliputi luasnya, penyebab(etiologi) dan anatomi luka bakar. Luka bakar yang melibatkan permukaan tubuh yang besar atau yang meluas ke jaringan yang lebih dalam, memerlukan tindakan yang lebih intensif daripada luka bakar yang lebih kecil dan superficial. Luka bakar yang disebabkan oleh cairan yang panas (scald burn) mempunyai perbedaan prognosis dan komplikasi dari pada luka bakar yang sama yang disebabkan oleh api atau paparan radiasi ionisasi. Luka bakar karena bahan kimia memerlukan pengobatan yang berbeda dibandingkan karena sengatan listrik (elektrik) atau persikan api. Luka bakar yang mengenai genetalia menyebabkan resiko nifeksi yang lebih besar daripada di tempat lain dengan ukuran yang sama. Luka bakar pada kaki atau tangan dapat mempengaruhi kemampuan fungsi kerja klien dan memerlukan tehnik pengobatan yang berbeda dari lokasi pada tubuh yang lain. Pengetahuan umum perawat tentang anatomi fisiologi kulit, patofisiologi luka bakar sangat diperlukan untuk mengenal perbedaan dan derajat luka bakar tertentu dan berguna untuk mengantisipasi harapan hidup serta terjadinya komplikasi multi organ yang menyertai.


Prognosis klien yang mengalami suatu luka bakar berhubungan langsung dengan lokasi dan ukuran luka bakar. Faktor lain seperti umur, status kesehatan sebelumnya dan inhalasi asap dapat mempengaruhi beratnya luka bakar dan pengaruh lain yang menyertai. Klien luka bakar sering mengalami kejadian bersamaan yang merugikan, seperti luka atau kematian anggota keluarga yang lain, kehilangan rumah dan lainnya. Klien luka bakar harus dirujuk untuk mendapatkan fasilitas perawatan yang lebih baik untuk menangani segera dan masalah jangka panjang yang menyertai pada luka bakar tertentu.
Definisi

Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001).


Etiologi

1.
Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn)

1.

Gas
2.

Cairan
3.

Bahan padat (Solid)

2.
Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn)
3.
Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)
4.
Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)


Fase Luka Bakar

1.

Fase akut.

Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Secara umum pada fase ini, seorang penderita akan berada dalam keadaan yang bersifat relatif life thretening. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut.

Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik. Problema sirkulasi yang berawal dengan kondisi syok (terjadinya ketidakseimbangan antara paskan O2 dan tingkat kebutuhan respirasi sel dan jaringan) yang bersifat hipodinamik dapat berlanjut dengan keadaan hiperdinamik yang masih ditingkahi denagn problema instabilitas sirkulasi.


2.

Fase sub akut.

Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan:

1.

Proses inflamasi dan infeksi.
2.

Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional.
3.

Keadaan hipermetabolisme.


3.

Fase lanjut.

Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.
Klasifikasi Luka Bakar


1.

Dalamnya luka bakar.


Kedalaman


Penyebab


Penampilan


Warna


Perasaan

Ketebalan partial superfisial

(tingkat I)


Jilatan api, sinar ultra violet (terbakar oleh matahari).


Kering tidak ada gelembung.

Oedem minimal atau tidak ada.

Pucat bila ditekan dengan ujung jari, berisi kembali bila tekanan dilepas.




Bertambah merah.


Nyeri

Lebih dalam dari ketebalan partial

(tingkat II)

*

Superfisial
*

Dalam




Kontak dengan bahan air atau bahan padat.

Jilatan api kepada pakaian.

Jilatan langsung kimiawi.

Sinar ultra violet.




Blister besar dan lembab yang ukurannya bertambah besar.

Pucat bial ditekan dengan ujung jari, bila tekanan dilepas berisi kembali.


Berbintik-bintik yang kurang jelas, putih, coklat, pink, daerah merah coklat.


Sangat nyeri

Ketebalan sepenuhnya

(tingkat III)


Kontak dengan bahan cair atau padat.

Nyala api.

Kimia.

Kontak dengan arus listrik.


Kering disertai kulit mengelupas.

Pembuluh darah seperti arang terlihat dibawah kulit yang mengelupas.

Gelembung jarang, dindingnya sangat tipis, tidak membesar.

Tidak pucat bila ditekan.




Putih, kering, hitam, coklat tua.

Hitam.

Merah.


Tidak sakit, sedikit sakit.

Rambut mudah lepas bila dicabut.


2.

Luas luka bakar

Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine atua rule of wallace yaitu:

1) Kepala dan leher : 9%

2) Lengan masing-masing 9% : 18%

3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%

4) Tungkai maisng-masing 18% : 36%

5) Genetalia/perineum : 1%

Total : 100%

3.

Berat ringannya luka bakar

Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain :

1.

Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.
2.

Kedalaman luka bakar.
3.

Anatomi lokasi luka bakar.
4.

Umur klien.
5.

Riwayat pengobatan yang lalu.
6.

Trauma yang menyertai atau bersamaan.

American Burn Association membagi dalam :

1.

Yang termasuk luka bakar ringan (minor) :
1.

Tingkat II kurang dari 15% Total Body Surface Area pada orang dewasa atau kurang dari 10% Total Body Surface Area pada anak-anak.
2.

Tingkat III kurang dari 2% Total Body Surface Area yang tidak disertai komplikasi.
2.

Yang termasuk luka bakar sedang (moderate) :
1.

Tingkat II 15% - 25% Total Body Surface Area pada orang dewasa atau kurang dari 10% - 20% Total Body Surface Area pada anak-anak.
2.

Tingkat III kurang dari 10% Total Body Surface Area yang tidak disertai komplikasi.
3.

Yang termasuk luka bakar kritis (mayor):
1.

Tingkat II 32% Total Body Surface Area atau lebih pada orang dewasa atau lebih dari 20% Total Body Surface Area pada anak-anak..
2.

Tingkat III 10% atau lebih.
3.

Luka bakar yang melibatkan muka, tangan, mata, telinga, kaki dan perineum..
4.

Luka bakar pada jalan pernafasan atau adanya komplikasi pernafasan.
5.

Luka bakar sengatan listrik (elektrik).
6.

Luka bakar yang disertai dengan masalah yang memperlemah daya tahan tubuh seperti luka jaringan linak, fractur, trauma lain atau masalah kesehatan sebelumnya..

American college of surgeon membagi dalam:

1.

Parah – critical:
1.

Tingkat II : 30% atau lebih.
2.

Tingkat III : 10% atau lebih.
3.

Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah.
4.

Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung, fractura, soft tissue yang luas.
2.

Sedang – moderate:

a) Tingkat II : 15 – 30%

b) Tingkat III : 1 – 10%


3.

Ringan – minor:

a) Tingkat II : kurang 15%

b) Tingkat III : kurang 1%


Patofisiologi (Hudak & Gallo; 1997)













































Efek fisiologi yang merugikan pada luka bakar dapat ringan, pembentukan jaringan parut lokal atau luka bakar yang berat yang berupa kematian. Pada luka bakar yang lebih besar terjadi kecacatan. Setelah permulaan luka bakar dan akibat trauma kulit dapat berkembang dan merusak berbagai organ. Perkembangan ini kompleks dan pada beberapa kasus kejadiannya tak dapat dijelaskan. Yang penting besarnya perubahan fisiologi yang disertai dengan luka bakar berkisar pada dua kejadian yang mendasari yaitu :


1.

Kerusakan langsung pada kulit dan gangguan fungsinya.
2.

Stimulasi kompensasi reaksi pertahanan masif yang meliputi pengaktifan respon keradangan dan respon stress sistem syaraf simpatis.


1.

Kerusakan Kulit Dan Kehilangan Fungsi.


Tubuh mempunyai beberapa metode untuk mengkompensasi terhadap luasnya variasi dalam temperatur eksternal. Sirkulasi darah bertindak menghasilkan dan menghantarkan panas, penghantaran pasas yang efisien di bawah normal. Bila panas diberikan pada kulit maka temperatur subdermal segera meningkat dengan cepat. Segera sumber panas dipindah (diangkat), tubuh akan kembali normal dalam beberapa detik. Jika sumber panas tidak segera dihilangkan atau diberikan rata-rata atau pada tingkat yang melebihi kapasitas kulit untuk menghantarkannya, maka terjadilah kerusakan kulit. Paparan panas yang relatif rendah yang lama atau paparan pendek temperaturnya yang lebih tinggi dapat menyebabkan kerusakan kulit yang progresif pada tingkat yang lebih dalam. Kebanyakan luka bakar pada ukuran yang berarti menyebabkan kerusakan sel melalui semua lapisan, meskipun tidak sama pada semua area.

Ketebalan kulit yang terlibat tergantung pada kerusakan jaringan yang disebabkan oleh panas. Panas yang kurang dalam waktu yang diperlukan untuk kerusakan pada daerah tubuh dengan kulit tipis sebanding dengan daerah dimana kulit lebih tebal. Kulit yang paling tebal adalah pada daerah belakang dan paha, dan yang paling tipis sekitar tangan bagian medial, batang hidung dan wajah. Kulit umumnya lebih tipis pada anak-anak dan orang tua dari pada dewasa pertengahan. Orang tua mempunyai penurunan lapisan subkutan, kehilangan serat elastik dan pengurangan semua kemampuan untuk merespon terhadap trauma.


2.

Aktifitas Respon Kompensasi Terhadap Keradangan.


Beberapa luka jaringan yang diterima tubuh sebagai ancaman homeostasis yang normal adalah respon pertahanan yang dirangsang sebagai sebagai kondisi dan kerusakan, urutan respun aktual ini selalu sama. Besarnya respon tergantung pada intensitas dan lamanya permulaam kerusakan. Satu hal yang penting untuk diingat dahwa respon keradangan (inflamatory respon) merupakan mekanisme kompensasi yang segera membantu tubuh bila invasi atau luka terjadi. Aksi-aksi ini merencanakan pertahanan lokal dan dalam waktu yang relatif pendek. Bila aksi-aksi ini menyebar cepat dan menetap, maka akan menyebabkan komplikasi fisiologis yang merugikan yang juga mempengaruhi pertahanan homeostasis.

Respon terhadap keradangan pada luka terjadi secara primer pada tingkat vasculer. Kerusakan jaringan dan makrofage dalam jaringan mengurangi kelenjar kimia tubuh (histamin, bradikinin, serotonin dan vasoaktif-amin yang lain) yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah (vaso) dan meningkatkan permiabilitas kapiler. Bila kerusakan jaringan bersifat luas, substansi ini disekresi dalam jumlah besar, diedarkan secara sistemik dan menyebabkan perubahan vaskuler pada semua jaringan. perubahan vaskuler ini bertanggungjawab terhadapmanifestasi klinik dini pembuluh darah (kardiovasculer) dan komplikasi yang menyertai luka bakar. Substansi ini juga mempengaruhi darah dan pembuluh darah, substansi kimiawi (chemotaksik) yang disertai oleh jaringan makrofage yang mengikal leukosit khusus pada lokasi luka dan merubah sumsum tulang dan kematangan leukosit. Perubahan ini segera menyeluruh dan lebih jauh mempengaruhi fungsi kekebalan tubuh.


3.
Aktifitas Respon Kompensasi Sistem Syaraf Simpatis.


Respon sistem syaraf simpatis dibangkitkan oleh pemisahan simpatis pada sistem syaraf otonom pada hubungan sistem endokirn sebagai reaksi internal pada kondisi yang mengancam kekacauan homeostasis internal. Reaksi ini kadang-kadang berbentuk gejala adaptasi umum (general adaptif syndrom) atau reaksi bertempur dan lari (fight or flight) karena mereka mempersiapkan tubuh untuk aktifitas yang mengijinkan perubahan pada keadaan semula. Respon terhadap stress segera menimbulkan perubahan fisiologi (adaptasi) yang merangsang atau menambah fungsi untuk keperluan bertempur atau lari (fight or flight) atau menambah fungsi agar tidak segera menyebabkan fight or flight.

Perubahan rangsangan fisiologis meliputi peningkatan rata-rata dan kedalaman pernafasan, peningkatan rata-rata denyut jantung, vasokunstriksi selektif, peningkatan aliran darah otak, hati, muskuloskeletal dan miokardium, peningkatan metabolisme dan pembentukan substansi energi tinggi dan penurunan persediaan glikogen dan lemak. Perubahan fisiologis yang terhambat meliputi penurunan aliran darah ke kulit, ginjal dan saluran pencernaan (traktus intestinal) serta penurunan pergerakan sistem pencernaan (Gastrointestinal) dan sekresi. Respon ini berguna bagi tubuh untuk waktu yang pendek dan membantu mempertahankan fungsi organ vital dalam kondisi yang merugikan atau memperburuk keadaan. Bagaimanapun bila respon simpatis berlanjut untuk waktu yang lama tanpa pengaruh dari luar, respon tubuh menjadi lebih tertekan dan menyebabkan kondisi patologis menuju kehabisan sumber yang bersifat adaptasi.




Perubahan Fisiologis Pada Luka Bakar


Perubahan


Tingkatan hipovolemik

( s/d 48-72 jam pertama)


Tingkatan diuretik

(12 jam – 18/24 jam pertama)

Mekanisme


Dampak dari


Mekanisme


Dampak dari

Pergeseran cairan ekstraseluler.




Vaskuler ke insterstitial.


Hemokonsentrasi oedem pada lokasi luka bakar.


Interstitial ke vaskuler.


Hemodilusi.

Fungsi renal.


Aliran darah renal berkurang karena desakan darah turun dan CO berkurang.




Oliguri.


Peningkatan aliran darah renal karena desakan darah meningkat.


Diuresis.

Kadar sodium/natrium.


Na+ direabsorbsi oleh ginjal, tapi kehilangan Na+ melalui eksudat dan tertahan dalam cairan oedem.




Defisit sodium.


Kehilangan Na+ melalui diuresis (normal kembali setelah 1 minggu).


Defisit sodium.

Kadar potassium.


K+ dilepas sebagai akibat cidera jarinagn sel-sel darah merah, K+ berkurang ekskresi karena fungsi renal berkurang.




Hiperkalemi


K+ bergerak kembali ke dalam sel, K+ terbuang melalui diuresis (mulai 4-5 hari setelah luka bakar).


Hipokalemi.

Kadar protein.


Kehilangan protein ke dalam jaringan akibat kenaikan permeabilitas.




Hipoproteinemia.


Kehilangan protein waktu berlangsung terus katabolisme.


Hipoproteinemia.

Keseimbangan nitrogen.


Katabolisme jaringan, kehilangan protein dalam jaringan, lebih banyak kehilangan dari masukan.




Keseimbangan nitrogen negatif.


Katabolisme jaringan, kehilangan protein, immobilitas.


Keseimbangan nitrogen negatif.

Keseimbnagan asam basa.


Metabolisme anaerob karena perfusi jarinagn berkurang peningkatan asam dari produk akhir, fungsi renal berkurang (menyebabkan retensi produk akhir tertahan), kehilangan bikarbonas serum.




Asidosis metabolik.


Kehilangan sodium bicarbonas melalui diuresis, hipermetabolisme disertai peningkatan produk akhir metabolisme.


Asidosis metabolik.

Respon stres.


Terjadi karena trauma, peningkatan produksi cortison.


Aliran darah renal berkurang.


Terjadi karena sifat cidera berlangsung lama dan terancam psikologi pribadi.




Stres karena luka.

Eritrosit


Terjadi karena panas, pecah menjadi fragil.




Luka bakar termal.


Tidak terjadi pada hari-hari pertama.


Hemokonsentrasi.

Lambung.


Curling ulcer (ulkus pada gaster), perdarahan lambung, nyeri.


Rangsangan central di hipotalamus dan peingkatan jumlah cortison.




Akut dilatasi dan paralise usus.


Peningkatan jumlah cortison.

Jantung.


MDF meningkat 2x lipat, merupakan glikoprotein yang toxic yang dihasilkan oleh kulit yang terbakar.


Disfungsi jantung.


Peningkatan zat MDF (miokard depresant factor) sampai 26 unit, bertanggung jawab terhadap syok spetic.




CO menurun.

Indikasi Rawat Inap Luka Bakar

1.

Luka bakar grade II:

1.

Dewasa > 20%
2.

Anak/orang tua > 15%

2.

Luka bakar grade III.
3.

Luka bakar dengan komplikasi: jantung, otak dll.


Penatalaksanaan


1.

Resusitasi A, B, C.

1.

Pernafasan:

1.

Udara panas à mukosa rusak à oedem à obstruksi.
2.

Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin à iritasi à Bronkhokontriksi à obstruksi à gagal nafas.

2.

Sirkulasi:

gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke ekstra vaskuler à hipovolemi relatif à syok à ATN à gagal ginjal.


2.

Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
3.

Resusitasi cairan à Baxter.

Dewasa : Baxter.

RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.


Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:

RL : Dextran = 17 : 3

2 cc x BB x % LB.


Kebutuhan faal:

<>

1 – 3 tahun : BB x 75 cc

3 – 5 tahun : BB x 50 cc

½ à diberikan 8 jam pertama

½ à diberikan 16 jam berikutnya.


Hari kedua:

Dewasa : Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.

( 3-x) x 80 x BB gr/hr

100

(Albumin 25% = gram x 4 cc) à 1 cc/mnt.

Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.


4.

Monitor urine dan CVP.
5.

Topikal dan tutup luka

*

Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.
*

Tulle.
*

Silver sulfa diazin tebal.
*

Tutup kassa tebal.
*

Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.


6.

Obat – obatan:

o

Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang <>
o

Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur.
o

Analgetik : kuat (morfin, petidine)
o

Antasida : kalau perlu


KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1.

Pengkajian

1.

Aktifitas/istirahat:

Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.


2.

Sirkulasi:

Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).


3.

Integritas ego:

Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.

Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.


4.

Eliminasi:

Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.


5.

Makanan/cairan:

Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.


6.

Neurosensori:

Gejala: area batas; kesemutan.

Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).


7.

Nyeri/kenyamanan:

Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.


8.

Pernafasan:

Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).

Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.

Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).


9.

Keamanan:

Tanda:

Kulit umum: destruksi jarinagn dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.


Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.


Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.


Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.


Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.


Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar.


Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).


10.

Pemeriksaan diagnostik:
1.

LED: mengkaji hemokonsentrasi.
2.

Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung.
3.

Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya pada cedera inhalasi asap.
4.

BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
5.

Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas.
6.

Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
7.

Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar masif.
8.

Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.


2.

Diagnosa Keperawatan

Sebagian klien luka bakar dapat terjadi Diagnosa Utama dan Diagnosa Tambahan selama menderita luka bakar (common and additional). Diagnosis yang lazim terjadi pada klien yang dirawat di rumah sakit yang menderila luka bakar lebih dari 25 % Total Body Surface Area


1.

Penurunan Kardiak Output berhubungan dengan peningkatan permiabilitas kapiler.
2.

Defisit Volume Cairan berhubungan dengan ketidak seimbangan elektrolit dan kehilangan volume plasma dari pembuluh darah.
3.

Perubahan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Penurunan Kardiak Output dan edema.
4.

Ketidakefektifan Pola Nafas berhubungan dengan kesukaran bernafas (Respiratory Distress) dari trauma inhalasi, sumbatan (Obstruksi) jalan nafas dan pneumoni.
5.

Perubahan Rasa Nyaman : Nyeri berhubungan dengan paparan ujung syaraf pada kulit yang rusak.
6.

Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan luka bakar.
7.

Potensial Infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.
8.

Perubahan Nutrisi : Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan peningkatan rata-rata metabolisme.
9.

Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan luka bakar, scar dan kontraktur.
10.

Gangguan Gambaran Tubuh (Body Image) berhubungan dengan perubahan penampilan fisik


Marilynn E. Doenges dalam Nursing care plans, Guidelines for planning and documenting patient care mengemukakan beberapa Diagnosa keperawatan sebagai berikut :


1.

Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi trakeabronkial;edema mukosa dan hilangnya kerja silia. Luka bakar daerah leher; kompresi jalan nafas thorak dan dada atau keterdatasan pengembangan dada.
2.

Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan perdarahan.
3.

Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.
4.

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi.
5.

Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manifulasi jaringan cidera contoh debridemen luka.
6.

Resiko tinggi kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar ekstremitas dengan edema.
7.

Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60% lebih besar dari proporsi normal pada cedera berat) atau katabolisme protein.
8.

Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, nyeri/tak nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan.
9.

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Trauma : kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam).
10.

Gangguan citra tubuh (penampilan peran) berhubungan dengan krisis situasi; kejadian traumatik peran klien tergantung, kecacatan dan nyeri.
11.

Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan Salah interpretasi informasi Tidak mengenal sumber informasi.










Rencana Intervensi

Diagnosa Keperawatan


Rencana Keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil


Intervensi


Rasional

Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi trakheobronkhial; oedema mukosa; kompressi jalan nafas .


Bersihan jalan nafas tetap efektif.

Kriteria Hasil : Bunyi nafas vesikuler, RR dalam batas normal, bebas dispnoe/cyanosis.


Kaji refleks gangguan/menelan; perhatikan pengaliran air liur, ketidakmampuan menelan, serak, batuk mengi.

Awasi frekuensi, irama, kedalaman pernafasan ; perhatikan adanya pucat/sianosis dan sputum mengandung karbon atau merah muda.


Auskultasi paru, perhatikan stridor, mengi/gemericik, penurunan bunyi nafas, batuk rejan.


Perhatikan adanya pucat atau warna buah ceri merah pada kulit yang cidera

Tinggikan kepala tempat tidur. Hindari penggunaan bantal di bawah kepala, sesuai indikasi



Dorong batuk/latihan nafas dalam dan perubahan posisi sering.

Hisapan (bila perlu) pada perawatan ekstrem, pertahankan teknik steril.



Tingkatkan istirahat suara tetapi kaji kemampuan untuk bicara dan/atau menelan sekret oral secara periodik.


Selidiki perubahan perilaku/mental contoh gelisah, agitasi, kacau mental.


Awasi 24 jam keseimbngan cairan, perhatikan variasi/perubahan.




Lakukan program kolaborasi meliputi :

Berikan pelembab O2 melalui cara yang tepat, contoh masker wajah

Awasi/gambaran seri GDA





Kaji ulang seri rontgen



Berikan/bantu fisioterapi dada/spirometri intensif.




Siapkan/bantu intubasi atau trakeostomi sesuai indikasi.


Dugaan cedera inhalasi



Takipnea, penggunaan otot bantu, sianosis dan perubahan sputum menunjukkan terjadi distress pernafasan/edema paru dan kebutuhan intervensi medik.


Obstruksi jalan nafas/distres pernafasan dapat terjadi sangat cepat atau lambat contoh sampai 48 jam setelah terbakar.


Dugaan adanya hipoksemia atau karbon monoksida.

Meningkatkan ekspansi paru optimal/fungsi pernafasan. Bilakepala/leher terbakar, bantal dapat menghambat pernafasan, menyebabkan nekrosis pada kartilago telinga yang terbakar dan meningkatkan konstriktur leher.

Meningkatkan ekspansi paru, memobilisasi dan drainase sekret.

Membantu mempertahankan jalan nafas bersih, tetapi harus dilakukan kewaspadaan karena edema mukosa dan inflamasi. Teknik steril menurunkan risiko infeksi.

Peningkatan sekret/penurunan kemampuan untuk menelan menunjukkan peningkatan edema trakeal dan dapat mengindikasikan kebutuhan untuk intubasi.

Meskipun sering berhubungan dengan nyeri, perubahan kesadaran dapat menunjukkan terjadinya/memburuknya hipoksia.

Perpindahan cairan atau kelebihan penggantian cairan meningkatkan risiko edema paru. Catatan : Cedera inhalasi meningkatkan kebutuhan cairan sebanyak 35% atau lebih karena edema.

O2 memperbaiki hipoksemia/asidosis. Pelembaban menurunkan pengeringan saluran pernafasan dan menurunkan viskositas sputum.

Data dasar penting untuk pengkajian lanjut status pernafasan dan pedoman untuk pengobatan. PaO2 kurang dari 50, PaCO2 lebih besar dari 50 dan penurunan pH menunjukkan inhalasi asap dan terjadinya pneumonia/SDPD.

Perubahan menunjukkan atelektasis/edema paru tak dapat terjadi selama 2 – 3 hari setelah terbakar

Fisioterapi dada mengalirkan area dependen paru, sementara spirometri intensif dilakukan untuk memperbaiki ekspansi paru, sehingga meningkatkan fungsi pernafasan dan menurunkan atelektasis.

Intubasi/dukungan mekanikal dibutuhkan bila jalan nafas edema atau luka bakar mempengaruhi fungsi paru/oksegenasi.

Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan perdarahan.


Pasien dapat mendemostrasikan status cairan dan biokimia membaik.

Kriteria evaluasi: tak ada manifestasi dehidrasi, resolusi oedema, elektrolit serum dalam batas normal, haluaran urine di atas 30 ml/jam.


Awasi tanda vital, CVP. Perhatikan kapiler dan kekuatan nadi perifer.


Awasi pengeluaran urine dan berat jenisnya. Observasi warna urine dan hemates sesuai indikasi.



Perkirakan drainase luka dan kehilangan yang tampak



Timbang berat badan setiap hari


Ukur lingkar ekstremitas yang terbakar tiap hari sesuai indikasi


Selidiki perubahan mental



Observasi distensi abdomen,hematomesis,feces hitam.

Hemates drainase NG dan feces secara periodik.

Lakukan program kolaborasi meliputi :

Pasang / pertahankan kateter urine


Pasang/ pertahankan ukuran kateter IV.

Berikan penggantian cairan IV yang dihitung, elektrolit, plasma, albumin.


Awasi hasil pemeriksaan laboratorium ( Hb, elektrolit, natrium ).


Berikan obat sesuai idikasi :

*

Diuretika contohnya Manitol (Osmitrol)



*

Kalium


*

Antasida



Pantau:

*

Tanda-tanda vital setiap jam selama periode darurat, setiap 2 jam selama periode akut, dan setiap 4 jam selama periode rehabilitasi.
*

Warna urine.
*

Masukan dan haluaran setiap jam selama periode darurat, setiap 4 jam selama periode akut, setiap 8 jam selama periode rehabilitasi.
*

Hasil-hasil JDL dan laporan elektrolit.
*

Berat badan setiap hari.
*

CVP (tekanan vena sentral) setiap jam bial diperlukan.
*

Status umum setiap 8 jam.


Pada penerimaan rumah sakit, lepaskan semua pakaian dan perhiasan dari area luka bakar.

Mulai terapi IV yang ditentukan dengan jarum lubang besar (18G), lebih disukai melalui kulit yang telah terluka bakar. Bila pasien menaglami luka bakar luas dan menunjukkan gejala-gejala syok hipovolemik, bantu dokter dengan pemasangan kateter vena sentral untuk pemantauan CVP.

Beritahu dokter bila: haluaran urine <>


Konsultasi doketr bila manifestasi kelebihan cairan terjadi.



Tes guaiak muntahan warna kopi atau feses ter hitam. Laporkan temuan-temuan positif.


Berikan antasida yag diresepkan atau antagonis reseptor histamin seperti simetidin


Memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon kardiovaskuler.


Penggantian cairan dititrasi untuk meyakinkan rata-2 pengeluaran urine 30-50 cc/jam pada orang dewasa. Urine berwarna merah pada kerusakan otot masif karena adanyadarah dan keluarnya mioglobin.

Peningkatan permeabilitas kapiler, perpindahan protein, proses inflamasi dan kehilangan cairan melalui evaporasi mempengaruhi volume sirkulasi dan pengeluaran urine.

Penggantian cairan tergantung pada berat badan pertama dan perubahan selanjutnya

Memperkirakan luasnya oedema/perpindahan cairan yang mempengaruhi volume sirkulasi dan pengeluaran urine.

Penyimpangan pada tingkat kesadaran dapat mengindikasikan ketidak adequatnya volume sirkulasi/penurunan perfusi serebral

Stres (Curling) ulcus terjadi pada setengah dari semua pasien yang luka bakar berat(dapat terjadi pada awal minggu pertama).



Observasi ketat fungsi ginjal dan mencegah stasis atau refleks urine.

Memungkinkan infus cairan cepat.

Resusitasi cairan menggantikan kehilangan cairan/elektrolit dan membantu mencegah komplikasi.

Mengidentifikasi kehilangan darah/kerusakan SDM dan kebutuhan penggantian cairan dan elektrolit.


Meningkatkan pengeluaran urine dan membersihkan tubulus dari debris /mencegah nekrosis.

Penggantian lanjut karena kehilangan urine dalam jumlah besar

Menurunkan keasaman gastrik sedangkan inhibitor histamin menurunkan produksi asam hidroklorida untuk menurunkan produksi asam hidroklorida untuk menurunkan iritasi gaster.

Mengidentifikasi penyimpangan indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan. Periode darurat (awal 48 jam pasca luka bakar) adalah periode kritis yang ditandai oleh hipovolemia yang mencetuskan individu pada perfusi ginjal dan jarinagn tak adekuat.










Inspeksi adekuat dari luka bakar.



Penggantian cairan cepat penting untuk mencegah gagal ginjal. Kehilangan cairan bermakna terjadi melalui jarinagn yang terbakar dengan luka bakar luas. Pengukuran tekanan vena sentral memberikan data tentang status volume cairan intravaskular.



Temuan-temuan ini mennadakan hipovolemia dan perlunya peningkatan cairan. Pada lka bakar luas, perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke ruang interstitial menimbukan hipovolemi.


Pasien rentan pada kelebihan beban volume intravaskular selama periode pemulihan bila perpindahan cairan dari kompartemen interstitial pada kompartemen intravaskuler.

Temuan-temuan guaiak positif ennandakan adanya perdarahan GI. Perdarahan GI menandakan adaya stres ulkus (Curling’s).

Mencegah perdarahan GI. Luka bakar luas mencetuskan pasien pada ulkus stres yang disebabkan peningkatan sekresi hormon-hormon adrenal dan asam HCl oleh lambung.


Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.


Pasien dapat mendemonstrasikan oksigenasi adekuat.

Kriteroia evaluasi: RR 12-24 x/mnt, warna kulit normal, GDA dalam renatng normal, bunyi nafas bersih, tak ada kesulitan bernafas.


Pantau laporan GDA dan kadar karbon monoksida serum.



Beriakan suplemen oksigen pada tingkat yang ditentukan. Pasang atau bantu dengan selang endotrakeal dan temaptkan pasien pada ventilator mekanis sesuai pesanan bila terjadi insufisiensi pernafasan (dibuktikan dnegna hipoksia, hiperkapnia, rales, takipnea dan perubahan sensorium).

Anjurkan pernafasan dalam dengan penggunaan spirometri insentif setiap 2 jam selama tirah baring.

Pertahankan posisi semi fowler, bila hipotensi tak ada.


Untuk luka bakar sekitar torakal, beritahu dokter bila terjadi dispnea disertai dengan takipnea. Siapkan pasien untuk pembedahan eskarotomi sesuai pesanan.




Mengidentifikasi kemajuan dan penyimpangan dari hasil yang diharapkan. Inhalasi asap dapat merusak alveoli, mempengaruhi pertukaran gas pada membran kapiler alveoli.

Suplemen oksigen meningkatkan jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan. Ventilasi mekanik diperlukan untuk pernafasan dukungan sampai pasie dapat dilakukan secara mandiri.



Pernafasan dalam mengembangkan alveoli, menurunkan resiko atelektasis.


Memudahkan ventilasi dengan menurunkan tekanan abdomen terhadap diafragma.


Luka bakar sekitar torakal dapat membatasi ekspansi adda. Mengupas kulit (eskarotomi) memungkinkan ekspansi dada.

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi




Pasien bebas dari infeksi.

Kriteria evaluasi: tak ada demam, pembentukan jaringan granulasi baik.


Pantau:

*

Penampilan luka bakar (area luka bakar, sisi donor dan status balutan di atas sisi tandur bial tandur kulit dilakukan) setiap 8 jam.
*

Suhu setiap 4 jam.
*

Jumlah makanan yang dikonsumsi setiap kali makan.

Bersihkan area luka bakar setiap hari dan lepaskan jarinagn nekrotik (debridemen) sesuai pesanan. Berikan mandi kolam sesuai pesanan, implementasikan perawatan yang ditentukan untuk sisi donor, yang dapat ditutup dengan balutan vaseline atau op site.

Lepaskan krim lama dari luka sebelum pemberian krim baru. Gunakan sarung tangan steril dan beriakn krim antibiotika topikal yang diresepkan pada area luka bakar dengan ujung jari. Berikan krim secara menyeluruh di atas luka.

Beritahu dokter bila demam drainase purulen atau bau busuk dari area luka bakar, sisi donor atau balutan sisi tandur. Dapatkan kultur luka dan berikan antibiotika IV sesuai ketentuan.


Tempatkan pasien pada ruangan khusus dan lakukan kewaspadaan untuk luka bakar luas yang mengenai area luas tubuh. Gunakan linen tempat tidur steril, handuk dan skort untuk pasien. Gunakan skort steril, sarung tangan dan penutup kepala dengan masker bila memberikan perawatan pada pasien. Tempatkan radio atau televisis pada ruangan pasien untuk menghilangkan kebosanan.

Bila riwayat imunisasi tak adekuat, berikan globulin imun tetanus manusia (hyper-tet) sesuai pesanan.

Mulai rujukan pada ahli diet, beriakn protein tinggi, diet tinggi kalori. Berikan suplemen nutrisi seperti ensure atau sustacal dengan atau antara makan bila masukan makanan kurang dari 50%. Anjurkan NPT atau makanan enteral bial pasien tak dapat makan per oral.



Mengidentifikasi indikasi-indikasi kemajuan atau penyimapngan dari hasil yang diharapkan.






Pembersihan dan pelepasan jaringan nekrotik meningkatkan pembentukan granulasi.





Antimikroba topikal membantu mencegah infeksi. Mengikuti prinsip aseptik melindungi pasien dari infeksi. Kulit yang gundul menjadi media yang baik untuk kultur pertumbuhan baketri.


Temuan-temuan ini mennadakan infeksi. Kultur membantu mengidentifikasi patogen penyebab sehingga terapi antibiotika yang tepat dapat diresepkan. Karena balutan siis tandur hanya diganti setiap 5-10 hari, sisi ini memberiakn media kultur untuk pertumbuhan bakteri.

Kulit adalah lapisan pertama tubuh untuk pertahanan terhadap infeksi. Teknik steril dan tindakan perawatan perlindungan lainmelindungi pasien terhadap infeksi. Kurangnya berbagai rangsang ekstrenal dan kebebasan bergerak mencetuskan pasien pada kebosanan.



Melindungi terhadap tetanus.



Ahli diet adalah spesialis nutrisi yang dapat mengevaluasi paling baik status nutrisi pasien dan merencanakan diet untuk emmenuhi kebuuthan nutrisi penderita. Nutrisi adekuat memabntu penyembuhan luka dan memenuhi kebutuhan energi.

Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manipulasi jaringan cidera contoh debridemen luka.


Pasien dapat mendemonstrasikan hilang dari ketidaknyamanan.

Kriteria evaluasi: menyangkal nyeri, melaporkan perasaan nyaman, ekspresi wajah dan postur tubuh rileks.


Berikan anlgesik narkotik yang diresepkan prn dan sedikitnya 30 menit sebelum prosedur perawatan luka. Evaluasi keefektifannya. Anjurkan analgesik IV bila luka bakar luas.


Pertahankan pintu kamar tertutup, tingkatkan suhu ruangan dan berikan selimut ekstra untuk memberikan kehangatan.


Berikan ayunan di atas temapt tidur bila diperlukan.



Bantu dengan pengubahan posisi setiap 2 jam bila diperlukan. Dapatkan bantuan tambahan sesuai kebutuhan, khususnya bila pasien tak dapat membantu membalikkan badan sendiri.


Analgesik narkotik diperlukan utnuk memblok jaras nyeri dengan nyeri berat. Absorpsi obat IM buruk pada pasien dengan luka bakar luas yang disebabkan oleh perpindahan interstitial berkenaan dnegan peningkatan permeabilitas kapiler.

Panas dan air hilang melalui jaringan luka bakar, menyebabkan hipoetrmia. Tindakan eksternal ini membantu menghemat kehilangan panas.

Menururnkan neyri dengan mempertahankan berat badan jauh dari linen temapat tidur terhadap luka dan menuurnkan pemajanan ujung saraf pada aliran udara.

Menghilangkan tekanan pada tonjolan tulang dependen. Dukungan adekuat pada luka bakar selama gerakan membantu meinimalkan ketidaknyamanan.

Resiko tinggi kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar ekstremitas dengan edema.


Pasien menunjukkan sirkulasi tetap adekuat.

Kriteria evaluasi: warna kulit normal, menyangkal kebas dan kesemutan, nadi perifer dapat diraba.


Untuk luka bakar yang mengitari ekstermitas atau luka bakar listrik, pantau status neurovaskular dari ekstermitas setaip 2 jam.

Pertahankan ekstermitas bengkak ditinggikan.


Beritahu dokter dengan segera bila terjadi nadi berkurang, pengisian kapiler buruk, atau penurunan sensasi. Siapkan untuk pembedahan eskarotomi sesuai pesanan.


Mengidentifikasi indikasi-indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.


Meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan pembengkakan.


Temuan-temuan ini menandakan keruskana sirkualsi distal. Dokter dapat mengkaji tekanan jaringan untuk emnentukan kebutuhan terhadap intervensi bedah. Eskarotomi (mengikis pada eskar) atau fasiotomi mungkin diperlukan untuk memperbaiki sirkulasi adekuat.

Kerusakan integritas kulit b/d kerusakan permukaan kulit sekunder destruksi lapisan kulit.




Memumjukkan regenerasi jaringan

Kriteria hasil: Mencapai penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar.


Kaji/catat ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.


Lakukan perawatan luka bakar yang tepat dan tindakan kontrol infeksi.


Pertahankan penutupan luka sesuai indikasi.




Tinggikan area graft bila mungkin/tepat. Pertahankan posisi yang diinginkan dan imobilisasi area bila diindikasikan.


Pertahankan balutan diatas area graft baru dan/atau sisi donor sesuai indikasi.


Cuci sisi dengan sabun ringan, cuci, dan minyaki dengan krim, beberapa waktu dalam sehari, setelah balutan dilepas dan penyembuhan selesai.

Lakukan program kolaborasi :

- Siapkan / bantu prosedur bedah/balutan biologis.


Memberikan informasi dasar tentang kebutuhan penanaman kulit dan kemungkinan petunjuk tentang sirkulasi pada aera graft.


Menyiapkan jaringan untuk penanaman dan menurunkan resiko infeksi/kegagalan kulit.


Kain nilon/membran silikon mengandung kolagen porcine peptida yang melekat pada permukaan luka sampai lepasnya atau mengelupas secara spontan kulit repitelisasi.

Menurunkan pembengkakan /membatasi resiko pemisahan graft. Gerakan jaringan dibawah graft dapat mengubah posisi yang mempengaruhi penyembuhan optimal.

Area mungkin ditutupi oleh bahan dengan permukaan tembus pandang tak reaktif.


Kulit graft baru dan sisi donor yang sembuh memerlukan perawatan khusus untuk mempertahankan kelenturan.


Graft kulit diambil dari kulit orang itu sendiri/orang lain untuk penutupan sementara pada luka bakar luas sampai kulit orang itu siap ditanam.





aftar pustaka


Brunner and suddart. (1988). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 1293 – 1328.


Carolyn, M.H. et. al. (1990). Critical Care Nursing. Fifth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 752 – 779.


Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2 (terjemahan). PT EGC. Jakarta.


Djohansjah, M. (1991). Pengelolaan Luka Bakar. Airlangga University Press. Surabaya.


Doenges M.E. (1989). Nursing Care Plan. Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). F.A. Davis Company. Philadelpia.


Donna D.Ignatavicius dan Michael, J. Bayne. (1991). Medical Surgical Nursing. A Nursing Process Approach. W. B. Saunders Company. Philadelphia. Hal. 357 – 401.


Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.


Goodner, Brenda & Roth, S.L. (1995). Panduan Tindakan Keperawatan Klinik Praktis. Alih bahasa Ni Luh G. Yasmin Asih. PT EGC. Jakarta.


Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta


Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Volume I. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.


Instalasi Rawat Inap Bedah RSUD Dr. Soetomo Surabaya. (2001). Pendidikan Keperawatan Berkelanjutan (PKB V) Tema: Asuhan Keperawatan Luka Bakar Secara Paripurna. Instalasi Rawat Inap Bedah RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.


Jane, B. (1993). Accident and Emergency Nursing. Balck wellScientific Peblications. London.


Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.



Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.


R. Sjamsuhidajat, Wim De Jong. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.


Senat Mahasiswa FK Unair. (1996). Diktat Kuliah Ilmu Bedah 1. Surabaya.


Sylvia A. Price. (1995). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4 Buku 2. Penerbit Buku Kedokteran Egc, Jakarta